Minggu, 19 Agustus 2018

SAAT BELAJAR MENJADI BAHAN EJEKAN

Sumber Gambar: pesantrenku.com

"Kenapa nggak bisa baca? Belum dibaca ya sebelumnya?." Tanyaku malam itu pada salah satu siswa.
"Tadinya mau belajar pak, saat ambil kitab hendak belajar sama temen-temen diejekin, sok alim katanya." Sahutnya sambil menjelaskan.
"Trus kamu mensikapinya bagaimana?." Sambungku.
"Ya nggak jadi belajar pak. Kirab saya taruh kembali, karena Saya jadi bahan ejekan dan tawaan." Jelasnya  sambil tersipu malu.

Dinamika pendidikan kini memang sangat memprihatinkan, penurunan semangat belajar tidak hanya melanda pendidikan formal an sigh, namun juga mewabah ke pesantren.

Peristiwa di atas merupakan satu di antara beberapa kasus yang jika tidak segera ditangani akan berdampak luar biasa terhadap kemajuan pendidikan.

Karena secara fakta iklim dan suasana akademis harus dengan serius dicipta, dibangun dan dijaga agar peserta didik benar-benar merasakan atmosfir pembelajaran.

Menggelitik memang, saat aktivitas utama dilakukan direspon dengan ejekan dan cemoohan. Lalu apa yang hendak dicari?. Siapa yang seharusnya ditertawakan?.

Tentu aneh jika ada orang yang mengejek dan menertawakan seorang petani pembawa cangkul yang hendak mencangkul sawah.

Petani tersebut akan mencapai tujuan bertani jika ia acuh terhadap pengaruh dari luar, sebaliknya ia akan gagal bertani jika ia memilih untuk kembali dan mengganti cangkulnya dengan pena, sendok atau benda lainnya.

Ketetapan hati dan kegigihan kemauan santri seolah sedang diuji. Ejekan dan cemoohan harus dihadapi dengan keseriusan dan kembali kepada niat semula.

Andai dipandang dari sisi menang kalah, dapat dilihat siapa yang lebih kuat dan siapa yang menjadi korban, santri yang mengejek atau sebaliknya.

Jika santri yang diejek berhenti dan dan urung untuk belajar, maka pengejek yang menang, namun andai santri yang diejek tak menggubris stigma negatif dari luar, maka santri tersebutlah yang menang dan terbukti kemantaban hatinya dalam belajar.

@myh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar