Rabu, 22 April 2020

MELIBATKAN DIRI PADA KEGIATAN KEMASYARAKATAN


Beberapa waktu yang lalu, saat penulis hendak pergi menjenguk saudara ke pondok pada sore hari, penulis melewati depan kantor desa, dan kebetulan di sana ada salah satu guru PNS kenalan saya yang sedang jaga siaga covid 19, seketika pemandangan itu seolah membentak hati penulis, "Kenapa kamu tidak terlibat di sana?". padahal profesi serta latar belakang pendidikan juga hampir sama.

Sampai beberapa waktu berikutnya, penulis merasa gelisah dengan bentakan itu, entah mengapa tidak seperti biasanya, rasanya untuk kali ini betul-betul membuat hati dan pikiran saya terhentak, "Untuk berikutnya kamu harus ikut". desak penulis dalam hati.

Penulis berketetapan hati, untuk pemilu berikutnya penulis harus benar-benar terlibat minimal di tingkat RT dan RW lingkungan tempat penulis tinggal, entah jadi KPPS atau terjun di Bawaslu nya, yang penting adalah masuk pada bagian dari proses demokrasi tingkat desa.

Rasanya, mulai kini penulis harus banyak melakukan pendekatan-pendekatan terhadap beberapa orang-orang penting dan perangkat untuk mewujudkan impian penulis, apalagi didukung pak RT dan perangkat desa yang cukup aktif juga ada di lingkungan penulis dan termasuk anggota jamaah tahlil yang penulis ikuti, setidaknya satu dua jalan sudah mulai terbuka, tinggal melakukan langkah-langkah selanjutnya.

Selain itu, penulis kayaknya juga harus sering muncul di khalayak ramai, seperti kegiatan-kegiatan baik tingkat RT maupun tingkat desa. Kerja bhakti, acara keagamaan, kondangan bahkan takziyah yang tidak biasa penulis ikuti. Kalau lebih banyak muncul, mungkin orang-orang akan banyak mengenal dan tahu kemampuan penulis bidang apa untuk pengabdian pada lingkungan masyarakat sekitar.

Mencari pengalaman, menjadi faktor utama penulis melibatkan diri pada kegiatan masyarakat, juga sebagai eksplorasi kemampuan terhadap wadah yang benar-benar berbeda dari yang biasa penulis geluti. Selain itu, untuk menambah wawasan dan teman baru dengan bigron dan latar belakang yang berbeda bahkan bertentangan dengan penulis.

Intinya adalah belajar, mengasah kemampuan dan yang lebih ekstrim lagi adalah keluar dari zona nyaman. ya, situasi dan kondisi di mana selama ini penulis cenderung konservatif terhadap kegiatan kegiatan lingkungan yang berbasis kemasyarakatan.

Kemampuan manajerial, literasi dan sedikit publik speaking akan penulis jadikan senjata untuk "menggoda" mereka agar bisa mengajak penulis untuk bergabung pada komunitas yang menyelenggarakan pelayanan masyarakat yang lebih luas ini.

Semoga, .angan-angan dan impian ini Allah mudahkan dengan karakter dan tipikal penulis yang selalu minder, tertutup, tidak pede dan introvert ini, amin.

@myh

Minggu, 19 April 2020

AKU HARUS MENJADI PENULIS HEBAT


Rasa itu saya patri dalam-dalam di lubuk hati, pikiran dan otak bawah sadar saya, setiap hari aku harus menulis, entah bagaimana bentuk yang dihasilkan, setiap hari aku harus menulis, ya, setiap hari.

Hati saya seolah "terlukai" setelah penulis pemula tak berbakat seperti saya dengan penuh harap meminta pendapat untuk dikoreksi pada salah seorang senior, namun yang saya dapatkan hanyalah penghinaan yang merendahkan, tanpa ada masukan, ilmu atau koreksi kontennya. Jika dilihat dari gelagatnya sangatlah tampak sikap meremehkan sebuah karya seorang pemula dengan sedikit tertawa merendahkan.

Sikap timbal balik itu seharusnya tidak muncul dari seorang senior atau guru yang benar-benar mengharapkan akan banyak pemula yang mengikuti jejaknya, kecuali jika ia tidak ingin banyak penulis baru yang ingin belajar menjadi penulis agar ia saja yang menjadi seorang penulis di lingkungannya, jika memang benar demikian, maka kompetensi pedagogik nya sangatlah lemah.

Walhasil, dari permintaan untuk mengoreksi coretan saya dalam bentuk opini melalui japri pada senior yang sudah saya anggap guru tersebut tidak mendapatkan ilmu sama sekali, malahan seperti sabetan pisau tajam yang membuat luka menganga di dalam hati.

Sebenarnya bukan satu atau dua kali saya mengalami hal serupa dengan beliaunya, mulai dari pertama memasukkan beliau ke dalam grup WA menulis yang digagas teman dosen, komentarnya sudah terkesan meremehkan, tiada dukungan atau support yang kita terima, padahal tujuan utama dimasukkan grup agar dapat memberikan koreksi dan arahan bagaimana para pemula ini bisa konsisten dan tidak gampang down saat menulis dan akhirnya mandek. Menutup telinga kami ambil saat itu dan benar saja, grup kita konsisten selama satu bulan bisa menghasilkan minimal satu  "karya" perhari.

Kejadian berulang saat saya dan beberapa rekan mahasiswa dengan iseng mengajukan konsep latihan literasi kepada beliau, lagi-lagi bukan dukungan dan arahan bagaimana agar kami semangat melanjutkan, malah mendapat kritikan pedas dan mementahkan semua konsep dan rancangan untuk melangkah, seketika energi kami langsung surut.

Oke fine, aku harus menjadi penulis hebat seperti beliau, atau bahkan lebih dari beliau, agar nanti jika ada yang mau belajar bareng, saya bisa menjelaskan dengan detail dan rinci apa yang dibutuhkan, sekaligus saya ukur kompetensi dan kemampuan mereka, sehingga konsep yang ditawarkan tidak sampai menjadikan muntah dan sakit karena dosis yang diberikan terlalu tinggi.

Masih banyak teman-teman sekaliber beliau yang juga giat dalam dunia tulis menulis dan mau berbagi ilmu dan semangatnya kepada saya, sehingga kesemangatan untuk konsisten menulis senantiasa terjaga. Mereka kayaknya memiliki prinsip Saya hanyalah ...., Bukan lagi saya adalah ....

Biarlah pengalaman pahit itu saya gunakan sebagai batu loncatan dan cambuk penyemangat untuk menuju pada level yang lebih baik dengan terus semangat belajar dan praktik menulis setiap hari.

@myh

Jumat, 17 April 2020

BAKSO ORA ENAK, Antara Kualitas dan Kuantitas

Turun dari bus jalan raya Nganjuk-Surabaya menuju sebuah halte sebelah stadion Baron, mata saya tertuju pada sebuah kedai bakso di sebelah jalan raya.

Namanya yang unik dan aneh sempat menarik perhatian semua orang. Iya, kedai bakso itu bernama "BAKSO ORA ENAK" tercetak lebar dalam sehelai kain menutupi bagian depan lapak. Karena namanya yang menggelitik, banyak kemudian yang penasaran dan mencoba bakso yang dijual 8000 per mangkuk plus dengan es tehnya.

Secara prinsip dan logis, berdagang kuliner adalah menjual rasa, rasa yang enak dan digemari banyak orang akan menjadi tujuan utama penjual kuliner tersebut termasuk di antaranya bakso. Jadi tidak mungkin penjual mengkampanyekan kalau dagangan yang dijual belikan memiliki rasa tidak enak.

Namun penjual bakso di dekat halte Baron itu tidak mengambil sikap demikian, ia menangkap target agar konsumen dibuat penasaran dengan lebel nama di lapaknya, sehingga konsumen pun mau mencoba rasa dari bakso tersebut.

Sebenarnya perlu untuk digaris bawahi dari langkah yang diambil oleh penjual tersebut, satu sisi dinilai bagus, karena dalam berjualan pemilik kedai tidak asal jual, namun ada manajemen dan strategi yang dijalankan, itu berarti segala hal yang dijalankan telah melalui proses manajerial minimal perencanaan dan evaluasi.

Akan tetapi sekali lagi, berdagang bakso adalah jualan rasa, jika target hanya membuat konsumen penasaran dan tidak diimbangi dengan kualitas rasa dari produk yang dijual, maka sekali coba dijamin pembeli tidak akan kembali lagi, karena rasa penasaran sudah terbayar.

Namun jika rasa dari bakso tersebut memang benar-benar istimewa, maka penjual benar-benar berhasil membuat konsep penjualan yang baik, jika sudah demikian penjual baru akan berdatangan dan pelanggan setia tidak akan berpindah ke lain hati.

Lalu bagaimana dengan rasa "Bakso Ora Enak" di sebelah halte stadion Baron?, Entahlah .... sampai kini, penulis juga belum tahu, karena belum pernah tergoda untuk makan di kedai itu.

@myh

Selasa, 31 Maret 2020

24 JAM

Malam Jum'at, tepatnya dalam perjalanan pulang dari mengajar di kampus, ada yang terasa aneh di sepeda saya, semacam oleng jika dikendarai, benar saja, setelah saya check, ternyata roda depan sepeda saya gembos, "Malam begini di mana ada tukang tambal ban" gumam saya saat itu.

Seketika saya teringat ada tukang tambal ban di daerah Kwajon yang buka 24 jam, dan dipaksa untuk dikendarai sampai lokasi kemungkinan masih bisa. Pikir saya.

Sepuluh menit berlalu, saya sudah sampai di tempat yang dituju. Di lokasi bukan pemiliknya yang ada, entah tetangga, famili atau mungkin orang yang mau tambal ban juga. Monggo pinarak riyen mas ...., Orang itu menimpali sembari bergegas pergi keluar. Dan beberapa waktu berlalu dapat dimengerti, bahwa orang itu adalah pelanggan yang sedang mengganti sementara selama pemilik bengkel melakukan perbaikan di rumahnya.

Sebuah bengkel yang tidak hanya melayani jasa perbaikan motor, namun juga melayani cuci motor, laundry, tambal ban, ganti oli dan penjualan beberapa suku cadang kendaraan. Sebuah paket komplit yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.

Jika diamati, ada yang unik di tempat tambal ban itu, di jendela kaca bertuliskan buka 24 jam. Upaya peningkatan pelayanan pada pelanggan kapan pun tanpa ada jeda, karena ban bocor tidak melihat apakah jam kerja tukang tambal ban tutup atau buka.

Sepengetahuan saya, pelayanan publik yang buka 24 jam nonstop saat ini adalah IGD/UGD, SPBU, apotek, dan minimarket. Namun kini peningkatan pelayanan agaknya juga mulai merambah ke dunia reparasi roda kendaraan. Kerangka berpikirnya juga masih sama sebagaimana di atas, yaitu roda bocor tidak mengenal waktu, kapan pun dan di manapun, sehingga kesiapan menjual jasa juga harus diimbangi, yaitu kapanpun dan di manapun.

Konsep ini sebenarnya dapat dikembangkan ke berbagai hal, mulai dari pendidikan, pengembangan diri, ekonomi, gaya hidup dan lain sebagainya, harus ada peningkatan dan penambahan tanpa kenal waktu dan tempat.

Dalam hal pendidikan misalnya, peningkatan terhadap penguasaan materi harus terus diupayakan bertambah sebanyak dan sedalam mungkin, informasi dan pengetahuan kini juga harus detail dan luas, karena dengan begitu, manusia tidak akan jauh tertinggal dengan mobilisasi zaman.

Bergerak 24 jam menjadi alarm bahwa kualitas manusia harus tinggi, produktif dan berprogres, tiap hari harus terus berkarya dan tidak boleh malah semakin menurun, karena era dan zaman pun terus bergerak cepat tanpa memandang manusia mengikutinya atau tidak.

Hidup 24 jam juga seolah menjawab bahwa jatah waktu yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa harus benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya, menjalani hidup seolah setelah digit ke 24 sudah tidak ada lagi bilangan 25 dan seterusnya, artinya upaya pemaksimalan harus benar-benar diterapkan agar semakin terasa betapa mahalnya harga sebuah waktu dan kesempatan.

@myh

HARI MINGGU HARI KELUARGA

Hari minggu adalah hari libur. Untuk siapa? Untuk siapa saja yang terjadwal hari itu, bukan hanya umat kristiani saja, namun beberapa organisasi dan instansi yang bahkan milik umat muslim sekalipun juga ambil libur di hari minggu.

Dengan tanpa mengesampingkan bahwa hari minggu adalah hari ibadah bagi saudara kita yang menjalankannya, hari minggu menjadi hari libur nasional dan merupakan hari keluarga.

Di tempat penulis bekerja, kasusnya juga sama, tidak hanya pagi namun juga saat sore hari, seolah semua menata diri untuk menghindari penjadwalan pada hari Minggu/Ahad kendati sekolah berada di lingkungan pesantren.

Jika memang dipaksakan masuk, tingkat ketidak hadiran pada hari minggu terbilang cukup tinggi. Dampaknya, banyak kelas yang dimasuki oleh guru pengganti dan sebagian besar dari siswa senior di tingkat atas.

Hari minggu dikatakan hari keluarga, memang banyak yang mengiyakan, hari beristirahat dari rutinitas kesibukan sehari-hari, biasanya dijadikan ajang keluar rumah atau jalan-jalan bersama keluarga. Apalagi jika mengingat pada hari minggu, banyak destinasi wisata dan perbelanjaan yang "open house" dalam rangka menyambut mereka.

Lalu bagaimana dengan hari Jum'at? Terlebih bagi sekolah dan instansi di lingkungan pesantren yang mengambil hari Jum'at sebagai hari libur?.

Hari Jum'at, selain ditentukan sebagai hari libur, juga dijadikan hari persiapan ibadah shalat Jum'at, ibadah mingguan yang terletak pada sayyidul ayyam. Sebagai umat muslim tentu kita harus menyambutnya dengan penuh suka cita, karena di sana banyak berkah dan peluang pahala.

Terlepas dari itu semua, apapun harinya, tergantung dari kita untuk menyikapinya sekaligus menata dan memanfaatkan peluang yang ada untuk hal-hal yang positif dan berguna.

@myh

Kamis, 12 Maret 2020

YUK KERJA BERTARGET

Coba kita bayangkan, energi yang selama ini kita curahkan, pikiran yang kita tuangkan, semangat yang kita torehkan ternyata hasilnya hanya biasa dan begitu-begitu saja.

Apakah ada yang salah dengan sikap dan kinerja kita selama ini? Sehingga keseharian yang dijalankan tidak dapat berjalan optimal dan produktif, kesuksesan menjauh dan prestasi merendah.

Ya, karena dalam menjalankan pekerjaan kita setiap hari hanya sekedar menunaikan rutinitas, pasif dalam bertindak dan kerap hanya menunggu dari pada berperan aktif jemput bola.

Program yang dijalankan dibiarkan mengalir apa adanya, tanpa progres, tanpa target, tanpa evaluasi serta sepi dari inovasi dan kreativitas, kesemuanya menggelinding pelan tanpa arah dan tujuan.

Dengan sesadar-sadarnya, semua mengerti, setiap program yang hendak dijalankan membutuhkan progres yang pasti, kalkulasi yang matang dan perkembangan yang terukur, karena dengan itu, amunisi kesemangatan akan terus membumbung tinggi mengiringi.

Banyak peristiwa di sekitar kita yang menceritakan kejadian sebagaimana kasus di atas, dengan tanpa maksud menghujat dan hanya sekedar evaluasi, kesemuanya dapat diambil sebagai sebuah pelajaran yang sangat berharga.

Tidak perlu menggunakan akal cerdas untuk mencerna, pendidikan tinggi untuk menganalisa, atau jabatan penting untuk menilai, kerja tanpa target dapat dilihat oleh siapa saja bahkan bagi yang memiliki (maaf) pendek akal sekalipun, karena tak membutuhkan pikiran panjang untuk menerka.

Topik pembicaraan dapat dijadikan identifikasi seseorang bekerja tanpa target, tema yang dibahas hampir tidak banyak bercerita tentang pekerjaan yang diembannya. Ngobrol dari tempat satu pindah ke tempat lainnya dengan alur ngalor-ngidul yang penting terlihat kehadirannya.

Cara menjalankan aktivitas harian juga dapat dijadikan pijakan penilaian kerja tanpa target, mengada-ada pekerjaan yang tidak menghasilkan seolah menjadi kebiasaan yang tak mempan untuk diperingatkan.

Kesibukan yang dijalankan juga dapat dengan gamblang menguraikan jika ia bekerja tanpa target, tiap hari kesibukannya hanya scrolling HP dan menjawab media sosial yang tak berkaitan dengan pekerjaannya sembari sesekali mengangkat tema yang ia lihat pada orang-orang di sekitarnya.

Banyak waktu yang telah disediakan, banyak dana yang telah digelontorkan, dan juga banyak pengorbanan-pengorbanan  di sisi sana yang tiada dikenal bahkan dikenang, untuk itu yuk kita bekerja secara produktif melalui konsep kerja ber-target.

@myh

Senin, 02 Maret 2020

HIDUP PRODUKTIF

Semua manusia memiliki waktu yang sama, masing-masing diberi jatah waktu 24 jam, kuota itu diberikan tanpa memandang jenis, sifat, karakter, profesi dan segmen lain yang melengkapi dunia.

Namun dari kesempatan yang diberikan, tidak semua orang dapat menggunakan dan memanfaatkan jatah yang diberikan pada hal-hal positif.

Diperlukan strategi jitu untuk sekedar mengelola dan men setting bagaimana kesempatan yang ada dapat menghasilkan karya produktif di segala bidang.

Apapun latar belakangnya, apapun hobi dan bakatnya, waktu yang telah disediakan harus dimanfaatkan sebaik mungkin baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Konsep hidup produktif sebenarnya dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja, kesemuanya hanya bermodal kemauan bertindak dan kegigihan dalam menolak pelbagai halangan dan hambatan.

Mengapa itu penting? Ya, karena jika tanpa kemauan dan upaya maksimal, mustahil sebuah karya akan dihasilkan. Begitu juga jika kemauan itu tidak diimbangi dengan kegigihan menolak godaan, tidak mungkin sebuah prestasi dapat terealisasi.

Maka hidup produktif bagi kaum millenial menjadi urgen karena dunia kini membutuhkan itu, dan era ini berkaitan dengan itu.
Mari berkarya.

Rabu, 19 Februari 2020

PENDAMBA RAHASIA


"Haaaa .... Ia akan tampil, Bara akan perform". Jerit lengking Mary siang itu kegirangan.

Sambil berlari menuju sekumpulan geng girl nya di balkon kamar asrama yang sedang ngerumpi sambil makan cilok Pakde Mol yang dibeli saat pulang sekolah seraya menunjukkan selebaran pengumuman tentang para finalis musabaqah tahfidz alfiyah (MusTahfa) tingkat aliyah yang ia ambil dengan "paksa" dari papan pengumuman.

"Nih temen-temen, ia akan tampil, aduh ... senengnya, jadi nggak sabar bakalan liat sang idola tebar pesona nih saat perform dalam ajang muhafadzah nanti", Sambung Mary menjelaskan pada teman-temannya yang belum semuanya mengerti akan maksud Mary.

"Lo ngomong apa sih Mar?" Tanya salah satu teman Mary yang biasa paling kepo di antara yang lainnya.

"Eh ... eh ... eh ..., Tau nggak girl, si Bara, dambaan rahasia gue, ia lolos masuk ke babak final dan akan tampil lusa di aula al Hasan" terang Mary pada mereka, "Aduh senengnya ... Gue bakalan jadi penonton terdepan, dan jadi suporter utamanya Bara" lanjut Mary meneruskan.

Musabqah Tahfidz Alfiyah (MusTahfa) adalah kompetisi menghafalkan nadzam alfiyah (ilmu gramatika Bahasa Arab yang disusun dalam bentuk bait-bait atau nadzaman), sebuah ajang bergengsi di Madrasah Aliyah Pesantren tempat di mana Mary menuntut ilmu. Peserta yang lolos melaju ke babak final adalah santri-santri pilihan yang telah mengikuti proses yang super duper ketat. Bukan hanya kelihaian dalam menghafal nadzam-nadzam alfiyah saja yang dibutuhkan, kesiapan mental dan manajemen waktu juga dituntut di ajang yang digelar setahun sekali ini. Karena kompetisi ini jadi ajang bergengsi, maka pada babak final, para peserta grand final akan tampil di depan para santri putra dan putri, sebuah kesempatan dan pemandangan yang tak biasa di pesantren, satu acara diikuti santri putra dan putri secara bersamaan, saat inilah mental peserta benar-benar diuji.

Di antara santri yang beruntung itu adalah Bara, Ia selalu lolos dalam mengikuti kegiatan MusTahfa setiap kali digelar, Ia seolah sudah menjadi langganan juara tiap tahunnya. Dua tahun yang lalu, saat kelas satu, Ia menyabet juara dua. Namanya semakin membumbung tinggi dan bersinar saat tahun lalu Ia mewakili kelas dua meraih juara pertama. Tahun ini, apakah Ia akan mampu mempertahankan gelar jawaranya setelah ia lolos masuk ke babak final? Lusa jawabannya pada kegiatan MusTahfa.
Mary berharap, Ia akan duduk paling depan untuk menyaksikan performa Bara di ajang bergengsi tersebut, saking semangatnya, sampai Ia lupa kalau salah satu rival Bara adalah Diyah, teman se-gengnya. Untung buru-buru ia diingatkan Janny teman gengnya yang lain.

"Jangan lupa Mar!! Diyah juga ikut ajang itu lho .....! Masak lo cuman kasih suport ke Bara doang, Diyahnya lo lupain!" Celetuk Janny mengingatkan.

"Iya ya ..... Gue lupa!!" Ujar Mary sambil tepuk jidat tanda baru ingat. "Gue bakalan suport Diyah juga kok! Tenang aja!" Tos ...., Tosnya disambut teman-temannya yang lain.

"Tapi, Bara tetap jadi fans berat gue lho ...., Lalu Diyah? Nomor 1 b deh!!! Hehe ..... " gumam Mary dalam hati.

Bara, adalah nama panggilan dari salah satu santri putra bernama lengkap Ahmad Mubaraki, kini ia digandrungi oleh banyak santri putri, kecerdasannya dalam bidang menghafal alfiyah menghantarkan ia banyak dikenali tidak hanya para guru dan pengurus pondok, namun juga para santri, terlebih santri putri. Perawakan yang tinggi, tegap dan berparas mirip pesinetron Aliando Syarif menjadikan ia mudah untuk dikenali sekaligus gampang mengundang pendamba rahasia lainnya, termasuk Siti Maryam atau biasa dipanggil Mary.

Dua hari berlalu, banner berukuran besar terbentang lebar di belakang panggung megah itu. Panggung berukuran 5x8 meter dengan tinggi setengah meter itu menambah sakral dan tegang dilengkapi dengan beberapa lampu sebagai penanda pengaturan waktu.

Di depan panggung yang didominasi warna hijau tua itu juga tertata beberapa meja dewan penguji lengkap dengan palu besarnya, ya palu besar yang digunakan untuk mengetuk edit saat peserta salah dalam melafalkan bait-bait yang diperlombakan.

Jika palu edit itu diketukkan, "Dhok ... , Aduh ... " serasa seisi ruangan ikut bergetar. Peserta? Jangan tanya, kalau tidak siap mental, bisa buyar konsentrasinya atau bahkan kadang bisa hilang sama sekali telah sampai mana bait yang dilantunkan.

Setting para audiensi juga ditata oleh pihak OSIS sedemikian rupa, jadi meski MusTahfa berlokasi di aula al Hasan yang sangat luas, penonton dari santri putra dan putri tidak bakalan bisa bertemu secara langsung kendati hanya kontak mata saja, kecuali hanya dengan para peserta lomba saja.

Satu demi satu penonton tiba di lokasi memenuhi ruang penonton. Area depan telah terpenuhi terlebih dahulu, tak seperti saat ngaji yang pada berebut mundur. Seperangkat yel-yel dan aneka atribut sebagai dukungan pada duta kelas masing-masing pun tengah dipersiapkan, tak terkecuali Mary, bahkan ia bawa dua kardus berukuran besar, yang dihias sebegitu apik dan cantiknya demi dan untuk sang idola, Satu untuk Bara dan satu lagi untuk temannya, Diyah.

Udara cukup sejuk, enam buah AC besar yang terpasang di beberapa sudut aula mampu mendinginkan udara sekaligus suasana jelang acara dimulai. Mata kantuk Mary semakin terlihat akibat semalaman begadang untuk membuat properti suporter dari kardus.

Acara dimulai, serangkaian seremonial panjang berupa sambutan-sambutan mulai dari panitia penyelenggara, kepala Madrasah, waka kurikulum, pihak yayasan dan seterusnya yang lebih terkesan seperti lomba pidatopun semakin membuat penasaran tidak hanya pada penonton namun juga para peserta, maklum, karena nomor urut tampil baru diundi setelah tata tertib lomba dibacakan.

Dan tibalah pada sesi pengambilan undian nomor urut tampil yang membuat semua orang di ruangan itu merasa deg-degan. Tanpa tahu urutan tampil lainnya, yang Mary ingat hanya Bara maju diurutan ke 4, sedangkan Diyah maju pada urutan hampir terakhir, yaitu nomor urut 8. "Lumayanlah, setelah Bara tampil, bisa nyicil tidur bentar sembari nunggu Diyah tampil". Pungkas Mary sambil merapikan properti suporternya.

Memang, pagi itu Mary terlihat paling ribet dan paling semangat di antara teman-teman santri putri lainnya. Ribet karena membawa dua properti sekaligus, dan semangat karena dua jagoannya akan tampil.

Mary sempat bingung, satu sisi ia berharap idolanya juara, di sisi lain ia juga ingin Diyah yang menang karena sesama teman geng. Bara adalah saingan terberat Diyah pada tahun ini.

Tanpa memperhatikan tampilan pertama sampai ke tiga, tiba pada urutan tampil ke empat, "Bara ... Bara ... Bara ...", Suara lantang datang dari penonton putri. Siapa lagi kalau bukan Mary. Teman-temannya pada sibuk meredakan semangat Mary yang berlebihan dan kelewat batas disambut dengan sorakan penonton dari santri putra yang menilai lebay dengan sikap Mary.

"Mar jangan gitu ah, malu sama yang lain, lihat tu! Pak waka kesiswaan melototin lo, bakal terkena kasus lo nanti". Ujar Jannah pada Mery.

Tanpa menghiraukan peringatan dari teman se-gengnya, juga tanpa mempedulikan kode dari Waka kesiswaan yang bertugas mengkondisikan jalannya acara saat itu, sambil membawa properti suporter, secara refleks Mary naik ke atas panggung untuk memberikan semangat secara langsung kepada Bara. Rasa kaget dan heran nampak jelas di raut muka Bara saat itu. Mungkin ia bingung, santri putri ada yang sampai berani memberikan dukungan yang tak biasa seperti ini.

Semua terdiam keheranan, teman se-gengnya, Waka kesiswaan, para dewan juri, seluruh penonton baik santri putra maupun putri, heran sekaligus mungkin ada rasa malu yang menyusup pelan. Ya ... Semua terdiam, hanya tersisa suara bising halus AC dan sound di panggung, juga detik jam di sebelah panggung megah itu.

Memecah keheningan, masih ada Mary yang jingkrak-jingkrak kegirangan dan semangat membara di sekitar Bara yang sedang duduk di kursi panas sambil diam terpaku. " Kok ada santri putri dengan prilaku demikian?" Batin Bara dengan penuh keheranan.

Teman se-gengnya juga pada tertegun. "Mengapa Mary bisa senekad itu?, Walaupun Mary paling supel dan selalu paling heboh di gengnya, tapi seharusnya tidak sampai seperti itu! bukan Mary deh kayaknya itu". Ungkap teman Mary sesama geng.

"Mary, turun kamu!" Bentak keras Waka kesiswaan. "Sebagai seorang santri putri, tidak pantas kamu bertindak demikian". Lanjut waka kesiswaan sambil marah-marah.

"Hanya kasih suport doang kok pak, nggak lebih ...." Sahut Mary menimpali.

"Tapi bukan seperti itu caranya!". Jawab waka kesiswaan dengan tegas.

"Udah Mary, buruan lo turun, jangan sampai karena insiden ini, acara MusTahfa diskors atau bahkan dihapus". Seru teman-teman geng Mary.

"Nggak!! Gue akan tetap kasih semangat dan dukungan pada Bara di sini, Bara kudu menang tahun ini, harus, titik". Ujar Mary yang semakin menjadi-jadi.

"Mary!!!!" tepukan sedikit keras yang ke tiga mendarat pada pundak sebelah kiri Mary.

"Jangan bengong aja lo, itu Bara sedang tampil, katanya mau suport dan kasih yel-yel spesial buat dambaan rahasia lo". Ujar Janny mengingatkan.

Seketika tepukan Janny menyadarkan Mary dari lamunannya. Mary merasa lega insiden tadi cuma hayalan halusinasi dia saja. Untung saja, rasa kagum, rasa mendamba, nge-fans berlebih pada sang idola masih terkontrol dengan ketaatan pada tata tertib pondok, kode etik sekolah, takdzim pada para guru dan kiai, juga nasihat dari para sahabat yang mewarnai dan menuntun jalan Mary selama ini.

Sementara itu, Bara dengan lancar dan tenang di atas panggung melantunkan nadzam-nadzam alfiyahnya, dan Mary entah sampai kapan akan tetap menjadi pendamba rahasia Bara.