Selasa, 25 Juni 2019

MENJALANI DUA WAKTU YANG BERBEDA

Dulu ketika masih berada di pesantren, saya sempat merasa agak risih tentang pemberian informasi perbedaan antara waktu Indonesia Barat (wib) dan waktu istiwa' (wis) yang disampaikan secara sporadis namun ajeg.

Pemberian info tersebut tidak hanya ditempel di titik-titik lokasi publik yang strategis namun juga diumumkan di kelas-kelas secara berkala dan terus menerus. Seperti seorang yang sedang menawarkan dagangannya secara terus menerus tanpa bosan meski tiada yang membeli dan itupun berlangsung cukup lama.

"Tidak pernah jemu ya mereka?" gumamku saat itu karena belum mengerti arti sebuah perbedaan antara wib dan wis. Maklum, karena di pondok berapapun selisih antara wib dan wis, tidak berpengaruh apa-apa terhadap jadwal kegiatan yang berlaku, karena yang digunakan hanya waktu istiwa' saja. Melihat waktu kegiatan perspektif santri pondok.

Jam istiwa' adalah sebuah jam atau penentuan waktu yang berpatokan pada matahari. Jam ini kerap berbeda dengan jam yang biasa digunakan secara umum (wib, wita atau wit) di Indonesia, adanya perbedaan tersebut bergantung pada musim yang tengah terjadi, selisih tersebut berkisar antara 5 hingga 45 menit lebih cepat dibanding waktu yang berlaku secara umum di Indonesia.

Dan informasi secara berkala tentang selisih antara wib dan wis terasa begitu berarti ketika sudah pulang atau tidak di pesantren lagi. Sebuah penilaian tentang waktu perspektif karyawan Madrasah dan pesantren, Mengapa demikian? Karena dalam menjalankan aktivitas menggunakan dua waktu yang berbeda, di rumah menggunakan wib sedangkan di Madrasah dan pesantren yang berlaku adalah wis. Dapat dibayangkan bukan, betapa kacaunya jika tidak mengetahui informasi tentang selisih waktu antara wib dan wis?

Sebenarnya pemberlakuan penggunaan wis ini memberikan pelajaran berharga buat kita semua. Semua dituntut untuk disiplin dan menghargai waktu, minimal dengan informasi perbedaan itu kita diingatkan bahwasannya waktu terus berjalan, maka harus terus dimanfaatkan.

Selain itu, informasi perubahan yang dilakukan seminggu sekali itu seolah mengingatkan betapa nikmat besar itu harus benar-benar disyukuri dengan produktif dalam berkarya.

Dengan pemberitahuan informasi selisih itu pula, kita menjadi terjaga akan keterlambatan sehingga menjadi disiplin. Terma disiplin memang kedengaran klise, namun sungguh berefek jika terlanggar. Disiplin merupakan sebuah pembelajaran pada diri sendiri dan pembelajaran bagi orang lain yang berbentuk suri tauladan. Ibarat pepatah, lebih baik datang lebih awal satu jam daripada terlambat satu menit.

Penggunaan waktu wis ini agaknya banyak digunakan di banyak pondok pesantren meski tanpa kesepakatan, terutama di pesantren-pesantren berjenis salafiyah, karena dalam pelaksanaan dan pemberlakuannya dibutuhkan ilmu falak yang juga dipelajari dan diseriusi di pesantren tersebut, konsep yang dipakai adalah learning to know serta learning to do, mempelajari ilmunya sekaligus mempraktikkannya secara langsung. Dengan begitu waktu pembelajaran benar-benar berjalan secara optimal


Kamis, 13 Juni 2019

PEMBUKAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN HALAL BIHALAL DUSUN GEBANGKEREP

Pembukaan kegiatan keagamaan sekaligus halal bihalal dusun Gebangkerep Baron digelar pada Kamis, (13/6)

Setelah terjeda kurang lebih satu bulan pada bulan Ramadlan dan hari raya idul fitri 1440, semua kegiatan keagamaan meliputi rutinan Jum'at wage, rutinan jamaah tahlil bapak-bapak, jama'ah ibu-ibu muslimat "Darus Sholihah", dan semua TPQ dan Madin di dusun Gebangkerep dibuka kembali.

Mengingat masih dalam suasana hari raya, kegiatan pembukaan dikemas dalam acara Halal bihalal segenap antar peserta kegiatan juga perangkat desa dengan para warganya.

Berlokasi di kediaman Kepala Desa, ibu Susi Astuti, acara dimulai tepat pada pukul 20.10. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan tahlil singkat dan sambutan-sambutan dari ibu kepala desa dan wakil pelaksana kegiatan disusul kemudian acara inti, pengajian atau mauidhah hasanah.

Diawali dengan penggalan syiir tanpo waton juga sedikit digubah dengan kondisi lokal masyarakat, Drs. KH. Sumanan Hidayat, MM. membuka mauidhah hasanahnya.

Penyampaian dilanjutkan pada betapa penting dan urgennya kegiatan halal bihalal, karena kita adalah manusia yang tak pernah luput dari dosa, maka permintaan maaf atas sesama juga sangat perlu untuk dilakukan. Selain itu, ditekankan juga kepada hadirin, sebagai manusia untuk tawadlu' sehingga mudah untuk saling memaafkan sesama.

Beliau juga menyampaikan tentang kesempurnaan pahala puasa ramadlan dengan puasa syawal berikut hari raya kecil dan filosofi ketupatnya. Beliau juga sempat mengutip dan menguraikan tentang tembang dolanan jawa yang biasa disenandungkan saat lebaran.

E dayohe teko
E dayohe teko
E gelarno kloso
E klosone bedah
E tembelen jadah
E jadahe mambu
E pakakno asu
E asune mati
E buak en kali
E kaline banjir
E buak en pinggir.

Sebelum acara ditutup, kegiatan mushafahah saling berjabat tangan antar peserta jamaah dilaksanakan sebagaimana laiknya kegiatan halal bihalal. 

@myh

6 Aktivitas Milenial agar Nggak Tidur Sehabis Shubuh saat Puasa


Saat ramadhan tiba, beberapa aktivitas mulai dilakukan sejak dini hari termasuk para anak muda, mulai dari bantu ortu memasak persiapan sahur, bangunkan adik kakak untuk makan sahur dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjangnya, semua dilakukan dengan senang hati demi Ramadan kareem.

Nah, Sehabis sahur diteruskan dengan shalat shubuh, perut dalam kondisi kenyang tersisi, mata juga sedikit mengantuk karena harus bangun lebih awal dari biasanya, melihat nyamannya kasur dan empuknya bantal seolah ikut mengajak untuk tidur lagi setelah shubuh.

Kebiasaan yang kurang baik tersebut ternyata banyak dilakukan oleh sebagian besar orang-orang terutama kaum muda. Kadang sebagian mereka ada yang tersadar kemudian mengambil inisiatif untuk melakukan hal-hal lain agar tidak tidur setelah shubuh, seperti jalan-jalan, nongkrong-nongkrong pinggir jalan sambil maen hp, main petasan tengah sawah dan aktivitas lain yang mungkin kurang mengandung manfaat dan faedah.

Dari pada melakukan hal-hal demikian, berikut beberapa alternatif aktivitas positif untuk mengusir rasa kantuk dan tidur setelah shubuh, chek it out;

1. Baca al Qur'an

Menjadi tradisi di bulan ramadan, masjid, mushalla atau surau-surau menjadi ramai orang melantunkan ayat-ayat suci al Qur'an. Kemuliaan bulan Ramadan seolah mendorong kuat kepada umat muslim untuk memperbanyak amalan membaca kitab suci umat Islam ini.

Namun cobaan terberat adalah setelah tanggal sepuluh Ramadan, kebiasaan ini sudah mulai meluntur dan berkurang, hanya tinggal beberapa saja yang tetap istiqomah bertadarus.

Ini mungkin yang menjadi faktor datangnya rasa kantuk, kekosongan akan aktivitas kadang menjadikan tempat tidur sebagai tempat pelarian, coba gunakan untuk bertadarus, selain menambah pahala, syiar Islam dan suasana Ramadlanpun menjadi lebih terasa. Ajak teman-temanmu untuk ikut juga bertadarus, agar lebih rame dan menyenangkan.

2. Bersih-bersih

Bersih-bersih rumah dan lingkungan juga dapat menjadi pilihan yang tepat agar rasa kantuk tidak berkecamuk, apalagi bersih-bersih sudah menjadi tradisi masyarakat awam dilakuakan sebagai persiapan hari raya.

Lokasi berdebu, sarang laba-laba yang menumpuk, barang-barang rapuh yang minta untuk segera diganti menjadi seabrek pekerjaan yang cukup menyita pikiran dan tenaga. Jika udah mikir dan keluarin banyak tenaga, rasa kantukpun akan sirna.

Jika rasa kantuk cukup kuat, pilih saja bebersih yang bersentuhan dengan air, seperti cuci baju, korden, piring, ngepel, siram tanaman, ngelap basah kaca dan lainnya, dijamin rasa kantuk akan lari tunggang langgang. (Kalau masih ngantuk, cipratin aja airnya ke muka kamu, hehe)

3. Olahraga

Olah raga olah jiwa, begitu sitasi yang pernah tercatat. Selain untuk menghilangkan rasa kantuk, olah raga juga dapat berfungsi sebagai media mengolah jiwa. Karena dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat pula.

Membiasakan olah raga memang tidak mudah, butuh komitmen dan niat yang kuat agar olah raga bisa rutin dilakukan. Jalan santai, jogging merupakan olah raga ringan yang pas bagi pemula, tiap hari dapat ditingkatkan sedikit demi sedikit dari level yang ditargetkan.

4. Menulis

Kegiatan satu ini, juga sangat efektif dan bermanfaat untuk mengisi waktu kosong sehabis shubuh, pikiran yang masih fresh dan bening akan dapat menjaring banyak ide kreatif dan brilian. Buka laptop atau smartpone kamu, ketiklah beberapa kata kemudian kembangkan menjadi beberapa tulisan menarik.

Tulisan yang menarik dan menggugah dapat juga di upload di media sosial milik kamu, siapa tahu banyak anak muda seusiamu di luaran sana yang terinspirasi dari gagasan dan pikiran yang kamu tuangkan dalam tulisanmu. Rasa kantuk sirna, manfaat dan faedah melimpah.

Bagaimana? Cukup mudah bukan untuk menghilangkan rasa kantuk sehabis shubuh. Gunakan waktu muda kita untuk hal-hal yang positif terlebih di bulan yang penuh berkah ini.

Rabu, 12 Juni 2019

PERLUKAH TIDUR SIANG?

Sebelum mondok, tidur siang bukanlah kebiasaan saya, selain karena saat siang itu saya harus sekolah, tidur siang tidak begitu perlu menurut sasya. saat liburpun aku tidak terbiasa untuk tidur siang.

Banyak orang bilang, agar tubuh menjadi sehat dan fresh, maka harus dirutinkan untuk tidur siang, tapi ujaran-ujaran itu, tidak kemudian lantas menggugah saya untuk selalu tidur siang, sampai beberapa waktu berlalu.

Kebiasaan tidur siang mulai muncul saat masuk pesantren, sebagai santri,  semua harus mentaati jadwal yang telah ditata rapi oleh pengurus. Semua santri wajib mengikuti jadwal itu, jika tidak, bakal dipastikan kegiatannya akan berjalan amburadul. Waktunya tidur ia makan, saat makan ia belajar, ketika belajar ia tidur, semua menjadi kacau.

Pertama kali mengikuti jadwal itu sebenarnya saya cukup kesulitan, saat tidur siang saya tetap terjaga meski badan telah direbahkan dan mata dipejamkan, pikiran berkeliaran ke mana-mana.

Namun setelah berjalan beberapa waktu, sambil dipaksa, tidur siang agaknya sudah menjadi kebiasaan dan mulai rutin saya lakukan, bahkan jika dalam waktu-waktu tertentu tidak tidur siang, kepala terasa sangat pusing dan dapat hilang hanya dengan tidur siang.

Pada awalnya saya sedikit berontak, mengapa semua santri harus tidur siang?. Jawaban dari pemberontakan hati saya itu sebenarnya sudah terjawab secara real melalui kegiatan-kegiatan yang dijalankan dalam pesantren.

Aktivitas pesantren dimulai sejak pukul 04.30 dan berakhir secara resmi pukul 22.00 malam. Itu artinya setiap santri dituntut memiliki tenaga yang full untuk menjalankan itu semua, ibarat HP, baterai untuk menjalankan itu harus di carge secara berkala, tidur siang diibaratkan carge para santri untuk mengisi tenaga agar bisa kuat sampai kegiatan nanti malam.

Dan pada akhirnya kebiasaan tidur siang terbawa sampai ke rumah, meski saya sudah boyong atau tidak mukim di pondok lagi.

Pada awalnya fine-fine saja, namun lama kelamaan kebiasaan tidur siang mulai janggal aku lakukan, sebab aktivitas di rumah sudah tidak sepadat seperti saat di pesantren dulu. Pukul 21.00 malam di rumah sudah pada tidur termasuk istri dan anak saya, lingkungan juga sudah mulai sepi, lama kelamaan aku terpengaruh dan terbawa dengan hal itu dan ikut-ikutan tidur di waktu yang termasuk kategori sore saat di pondok.

Maka saya berpikir, waktu tidur saya terlalu panjang. Kalau saya malam tidur jam sekian, dan baru bangun saat adzan shubuh, masak siang juga harus tidur? Ini tidak bisa dibiarkan, saya harus merubahnya.

Cukup sulit memang membiasakan lagi untuk tidak biasa tidur siang. Harus mulai menata dan membiasakan sebagaimana saat di pondok dulu.

Kadang untuk menyemangati kala kendur dan tergoda untuk tidur siang, dengan berperang melawan pikiran, "di luaran sana, waktu siang seperti ini berjalan produktif, digunakan untuk belajar menghasilkan ilmu, bekerja menghasilkan uang, bergaul menghasilkan teman dan jaringan, jalan-jalan menghasilkan pengalaman dan kegiatan lainnya" kenapa saya enak-enakan tidur. Padahal nanti sore juga tidurnya nggak malam-malam amat, kritikku melawan diri.

Sama seperti saat di pondok, pembiasaan untuk tidak tidur siang juga cukup menyiksa, bahkan saya harus melawan rasa pusing kepala jika memaksa untuk tetap terjaga di siang hari. Namun karena dilawan secara terus menerus, kebiasaan tidak tidur siang mulai terbiasa lagi dan waktu yang ada bisa digunakan untuk penyaluran hobi, persiapan mengajar di kampus dan aktivitas positif lainnya.

PENGALAMAN PERTAMA NONGKRONG DI WARUNG KOPI


Sebelumnya pernah muncul perasaan heran di benak saya, mengapa keberadaan warung-warung kopi kini menjamur, dan kebanyakan dipenuhi oleh anak-anak muda yang asyik nongkrong sama teman-temannya. Mereka betah berlama-lama menghabiskan waktu di tempat tersebut entah apa saja yang dilakukan.

Dari secangkir kopi yang dipesan, mereka bisa berjam-jam duduk di warung tersebut, dan seolah sudah menjadi aturan umum, setiap warung kopi menyediakan jaringan wifi, tv, full musik dan dilengkapi dengan beragam jenis makanan ringan.

Dan malam itu, setelah menghadiri acara bukber bersama salah satu kawan saya di ex lokasi KKN kampus tempat kita mengajar, teman saya menawarkan untuk ngopi dulu sebelum pulang, ajakan itu saya iyakan mengingat banyak topik dan tema yang ingin saya obrolkan dengan teman saya itu, maklum, ia orang super sibuk.

Seperempat jam perjalanan sambil cari tempat yang pas dan strategis, sehingga akhirnya ketemulah warung kopi di sebelah jalan sebelum jalan protokol, sepintas kelihatannya tempatnya nyaman, tidak begitu ramai. Dan akhirnya kami sepakat nongkrong di situ.

Teman saya memesan dua cangkir kopi jahe yang dalam daftar papan menu dipatok dengan harga 4K percangkirnya, setelah ambil empat kacang dengan dua varian rasa, kami memilih tempat duduk di area dalam sebelah pintu keluar.

Fasilitas wifi yang disediakan sengaja tidak kami gunakan. Di seberang terlihat tiga anak laki-laki di dampingi sang ayah yang lagi seru dan asyik main hape ditemani es Joshua dan es jeruk manis. Entah apa yang mereka mainkan, mungkin game online dengan wifi yang warung sediakan.

Topik yang bergonta-ganti menjadi tema obrolan kami mulai dari kampus tempat teman saya bekerja, kampus kami, sekolah pagi tempat saya bekerja, lokasi dampingan di salah satu wilayah Gondang, bisnis dan sampai pada aplikasi-aplikasi yang dipakai.

Obrolan semakin dalam dan intens setelah dua cangkir kopi pesanan kami datang diantar pemilik warung, seorang pemuda dengan potongan rambut mohaks dan diberi pewarna merah. Kalau saya terka mungkin usianya 21 sampai 23 tahunanlah. Ia bekerja seorang diri.

Rasa kopi cukup memuaskan dan representatif menemani bincang-bincang kami yang semakin mengasyikkan yang juga ditemani siaran televisi LCD menempel di tembok belakang kasir dan tempat penyajian yang menjadi satu. Tayangan tentang moto GP yang kurang begitu saya pahami sesekali mengalihkan pandangan saya pada tv tersebut.

Tanpa terasa, jarum jam tengah menunjuk pada angka delapan lebih lima menit, itu artinya kami sudah ngobrol panjang di warung tersebut sekitar satu jam setengah. Dan sebuah fakta mematahkan sasumsi dan penasaran saya selama ini, mengapa para pemuda yang hobi nongkrong di warung-warung bisa sampai berjam-jam di sana, ternyata mereka memiliki aktivitas yang cukup banyak juga.

Namun yang perlu ada evaluasi adalah bagaimana waktu yang benar-benar lama tersebut jangan sampai terbuang sia-sia. Kesempatan nongkrong dapat disalurkan pada hal-hal yang produktif dan positif yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri namun juga orang lain.
@myh