Tidak
dapat dipungkiri, bekerja dengan nyaman dibutuhkan untuk menyelesaikan beberapa
program dan proyek yang telah ditargetkan, baik target pribadi maupun target
yang telah ditetapkan oleh instansi atau pimpinan, faktor yang mempengaruhi
ketercapaian target bisa juga datang dari dalam diri ataupun juga dari
luar.
Faktor
dari dalam dipengaruhi dengan adanya komitmen, niat dan loyalitas kepada
instansi atau atasan yang memerintah kerja dan kinerja kita, sedangkan faktor
dari luar dapat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti rekan kerja, ruang kerja,
iklim atau suasana di tempat kerja dan lain sebagainya yang bersifat eksteren
dari orang tersebut.
Seperti
di tempat kerja penulis, lingkungan kerja yang ada seperti kebersihan dan
kerapihan memang terbilang jauh dari cukup, menurut analisis penulis karena
difaktori berbagai hal, mulai dari personal, ruang, dan satu lagi yang penting
yaitu budaya kerja. Budaya kerja yang tidak semestinya seolah menjadi faktor
pertama dan utama dari problematika tersebut.
Budaya
kerja diartikan sebagai bagaimana budaya dalam melakukan pekerjaan yang memang
benar-benar dilakukan hanya dalam pekerjaan tersebut, dalam artian kebiasaan di
luar kerja tidak perlu dan tidak layak untuk dibawa masuk apalagi dicampur
(kalau tidak mau dikatakan “disambi“) dengan kerja sehari-hari. Kalau
kebiasaan ini dibiarkan, lambat laun budaya kerja dalam instansi tersebut akan
luntur dan acak-acakan.
Di
antara budaya kerja yang harus diperhatikan adalah fokus pada pekerjaan, dalam
artian semua konsentrasi dan pikiran memang benar-benar dicurahkan sepenuhnya
guna penyelesaian tugas yang hendak dituntaskan, Mengerjakan tugas utama sambil
mengerjakan aktivitas yang lain seperti main smartpone yang berlebih,
ngobrol yang tidak berkaitan dengan tugas utama, datang terlambat atau bahkan
menduakan tugas utama dan lain sebagainya, tentu akan meghasilkan goal yang
lambat dan tidak memuaskan, fokus dan intens memang betul-betul dibutuhkan.
Budaya
kerja yang harus dijaga lainnya adalah tidak mencampur tugas instansi dengan kepentingan
pribadi, memang, untuk mengukur keprofesionalan karyawan adalah dengan dilihat
kemampuan karyawan tersebut memilih dan memilah mana yang harus dilakukan di tempat
kerja dan mana yang tidak, permasalahan pribadi tentu sangat tak elok kalau
dibawa-bawa atau diselesaikan di tempat kerja, apalagi sampai menggunakan fasilitas
umum milik instansi, jika permasalahan pribadi terbawa ke tempat kerja tanpa
disengaja tentu dapat dimaklumi, karena karyawan juga manusia yang memiliki
rasa, dan karsa, namun hal itu tentu dapat ditekan seminimal mungkin kala sudah
masuk dalam area kerja.
Budaya
kerja berikutnya adalah dengan menjaga citra instansi, artinya melakukan
tindakan-tindakan yang sewajarnya sebagai karyawan, dan juga berusaha semaksimal
mungkin untuk menghindari aktivitas-aktivitas yang tak sepatutnya dilakukan seperti
tiduran apalagi tidur di tempat umum instansi, makan di area publik, bergurau dan saling menghujat sesama
teman kerja di depan tamu dan tindakan-tindakan ringan tak wajar lainnya yang dilakukan
di waktu kerja apalagi di tempat umum.
Budaya
kerja berikutnya yang sangat perlu dijaga adalah menciptakan bagaimana ruang
atau tempat kerja tetap rapi, bersih dan nyaman, memang tidak semua karyawan
memiliki kebiasaan yang rajin menjaga kebersihan, tapi apa benar perilaku
tersebut tidak bisa diubah, beda tipis memang antara tidak bisa berubah dan tak
mau berubah, dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah kalau kebiasaan
meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya tidak disadari merupakan salah satu prilaku
tak terpuji, padahal Islam juga mengajarkan demikian, namun tidak banyak yang
dapat mempratikkannya. Sehingga tiap hari waktu banyak terbuang hanya karena
merapikan barang-barang sepele yang berserakan tidak pada tempatnya, padahal
andaikan itu dijaga bersama-bersama tentu indah selalu tempat kerjanya.