Minggu, 01 April 2018

PIONIR PERJUANGAN DARI KOTA BERIMAN





 Sosok teduh KH. Hasyim Asyari
          Catatan sejarah menorehkan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini telah memotret tokoh-tokoh sejati yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi tanah air, pengorbanan berupa harta benda, tenaga, pikiran, darah bahkan nyawa dengan ikhlas mereka serahkan demi mengusir penjajah yang telah ratusan tahun menjajah rakyat dan memeras seluruh kekayaan Indonesia.
          Pemutaran kembali rekam pengorbanan yang luar biasa diharapkan dapat menstimulus kita sebagai generasi muda penerus bangsa untuk mengapresiasi pengorbanan mereka dengan mendayagunakan kemerdekaan saat ini dengan hal-hal positif dan bermanfaat. Keikhlasan mereka dalam merebut tanah air tercinta memang patut dihargai, walaupun para pejuang tersebut tidak pernah mengharap apapun baik jabatan ataupun materi jika telah merdeka kelak, motif utamanya hanyalah merdeka sehingga anak cucu mereka tidak akan merasakan lagi negeri jajahan serta dapat menikmati negeri yang makmur ini.
          Dan satu diantara pejuang-pejuang hebat yang telah ikut berkontribusi besar pada kemerdekaan Bangsa ini adalah KH. Hasyim Asyari, seorang alim ulama’ sekaligus pahlawan Nasional asal kota beriman (sebutan kota Jombang Beriman = Bersih Indah dan Nyaman) Jawa Timur. Ulama’ kelahiran Demak, 10 April 1875 ini merupakan perintis organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU), karena beliau adalah salah satu pionir perjuangan asal pesantren yang menaruh perhatian besar terhadap kemerdekaan. Sehingga tak berlebihan jika beliau disebut sebagai seorang ulama nasionalis. Jiwa nasionalismenya terbukti dengan seruan jihadnya untuk melawan penjajah beserta antek-anteknya dan bersih kukuh untuk tidak mengikuti perintah penjajah.
          Semangat jiwa patriotik serta keilmuan agama yang mumpuni sudah sepatutnya menjadi inspirasi bagi kita untuk mengisi hasil perjuangan beliau dengan berjuang memerangi tantangan yang khas di jaman ini berupa musuh-musuh nyata pengeropos sendi-sendi negara sekaligus musuh agama seperti praktik KKN, Penentang NKRI serta UUD melalui konsep khilafah dan lain sebagainya, berbekal amunisi berupa konsistensi dan komitmen kuat dalam membela Negara hasil perjuangan pahlawan bangsa diantaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari.
Berjuang melalui pesantren
          Dalam perjalanan kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia, konsistensi serta eksistensi ulama sangatlah besar. terbukti sesaat menjelang pengumuman kemerdekaan, Sang plokamator saat itu melibatkan dua ulama besar untuk meminta nasihat dan masukan tentang kemerdekaan Indonesia yaitu dari KH Abdul Mukti dari Muhammadiyah dan KH Hasyim Asy'ari dari NU.  
          Perjuangan KH. Hasyim Asyari terhadap tanah air direalisasikan dengan didirikannya pesantren yang didasari semangat perjuangan dan cinta tanah air, Sebagai tokoh yang tumbuh di lingkungan pesantren, Beliau ingin ikut membesarkan nama bangsa melalui pesantren dengan komitmen di bidang pendidikan, keilmuan serta pemberdayaan umat.
          Berbekal keilmuan yang dimiliki dari pelawatan ilmunya diberbagai pesantren di Indonesia juga di Mekah beliau kemudian merintis sebuah pesantren di Tebuireng Jombang. perencanaan dalam merintis pesantren memang dilakukan beliau dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati, hal itu terbukti kala pesantren yang beliau rintis secara geografis berdekatan dengan pabrik gula, dimana pada era tersebut merupakan sarang dari pelaku maksiat, hal tersebut bukannya tanpa alasan, KH. Hasyim Asy’ari berkeinginan untuk mengubah pola hidup masyarakat disekitarnya, Bentuk Islamisasi demikian sesuai dengan kaidah fiqh Dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashaalih (menolak kerusakan itu didahulukan dari pada melakukan kebaikan) Kala kemaksiatan telah hilang, maka kebaikan akan mudah dan cepat menyebar ke masyarakat. Terbukti, seiring berjalannya waktu perjuangan beliau mulai menuai keberhasilan. Tebuireng yang semula merupakan area kemaksiatan berubah menjadi daerah Islami.
          Sebagai Ulama’ yang hidup pada tiga masa yaitu penjajahan Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan, KH Hasyim Asy'ari ingin menjadikan pesantren yang bergerak dibidang pendidikan dan keilmuan sebagai basis perjuangan, pesantren juga digunakan sebagai instrument utama melumpuhkan kekuatan penjajah. Kala penjajah ingin kembali menguasai Indonesia, maka beliau dengan tegas menolak dan menyerukan jihad melawan penjajah.
          Itulah kontribusi besar KH. Hasyim Asy'ari dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa melalui pesantren. tradisi pesantren berupa kesederhanaan, akhlak mulia, rendah diri, ta’dhim pada guru serta taat beribadah ingin beliau ejawentahkan pada masyarakat secara umum yang akan berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Kekuatan seruan berjihad perjuangan
          KH. Hasyim Asy’ari memiliki banyak kelebihan yang beliau tampilkan melalui aktifitas dakwah dan perjuangan, dan diantara kelebihan beliau adalah kemampuan menyampaikan keilmuan dan membuat jaringan intelektual Muslim penggerak ummat dengan tujuan membentengi rakyat Indonesia dari pengaruh budaya asing seperti penjajah Belanda dan Jepang. Hal tersebut yang kemudian menghantarkan beliau sebagai ketua MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) yang beranggotakan beberapa organisasi Islam di Indonesia pada tahun 1944.
          Setelah Indonesia merdeka, melalui pengajaran dan fatwa-fatwanya, KH. Hasyim Asy’ari mampu membakar semangat dan menumbuhkan kesadaran para pemuda untuk bangkit dan berani berkorban untuk membebaskan diri dari penjajahan menuju kemerdekaan Republik Indonesia.
          Fatwa Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari juga diyakini memiliki kontribusi tinggi dalam membakar semangat nasionalisme, Terkenang power fatwa jihad yang dikenal juga dengan resolusi jihad pada tanggal 21-22 Oktober 1945 berlatar belakang dari tausiyah KH. Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng tentang kewajiban individu umat Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
          Walhasil atas rahmat Allah kemerdekaan terebut kembali, Penjajah bengis dan kejam itupun terusir. Hal itu bisa dijadikan renungan betapa berpengaruhnya fatwa yang diserukan para ulama’ karena diyakini dalam bertindak dan berfatwa mereka tidak hanya berbekal akademis (‘alim) namun juga berbekal spiritual (‘abid) melalui jalan istikharah.
Survivor pendidikan pesantren di tengah arus pendidikan belanda
          Mendirikan pesantren di tengah situasi mencekam memang tidaklah mudah, apalagi ajaran yang diusung pada lembaga pendidikan tersebut berseberangan dengan ajaran penjajah yang mulai memasuki ranah kekuasaan, membutuhkan komitmen kuat untuk dapat bertahan ditengah arus perlawanan. Hal itulah yang dilakukan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam mewarnai perjuangannya.
          Satu peristiwa terjadi pada tahun 1935, Belanda melakukan gerakan politik dan strategi pendekatan kepada kalangan pesantren, kolonial penjajah menawarkan sejumlah bantuan serta penghargaan gelar Bintang Perak kepada KH. Hasyim Asyari atas jasa beliau dalam mengembangkan pengajaran dan pendidikan Islam. Namun tawaran tersebut ditolak oleh beliau karena kental akan unsur politik, bahkan upaya tersebut dilakukan sampai dua kali, beliau pun tetap tak bergeming pada pendiriannya walaupun gelar pangkat yang dijanjikan ditingkatkan menjadi Bintang Emas.
          KH. Hasyim Asy’ari dengan lantang mengharamkan menerima bantuan dari kolonial Belanda. Status penghianat terhadap Islam dan Indonesia disematkan kepada siapa saja yang mau menerima bantuan tersebut. Hal demikian yang mendasari kurikulum di pesantren dinilai murni tanpa ada intervensi dari penjajah, sehingga pesantren dapat dengan bebas mengeksplorasi pengajaran serta pendidikan sekaligus menjadi benteng perjuangan dan agen perubahan sosial.