Rabu, 28 Februari 2018

UJIAN PRAKTIK 2018 Momentum Persiapan Terjun di Masyarakat



Hari ini merupakan jelang hari terakhir dari rangkaian ujian praktik UAM 2017/2018 di tingkat Madrasatul ‘Ulya. 

Kegiatan yang digelar sepekan tersebut dimulai pada hari Sabtu, 24 Pebruari dan diakhiri besok hari Kamis, 01 Maret 2018, empat hari dihelat di Mushalla al Fattah dan dua hari dikelas masing-masing.

Ragam ujian praktik harus ditempuh oleh semua peserta ujian sebagai pelengkap dari ujian tulis yang akan digelar kurang lebih satu setengah bulan mendatang, Pos praktik yang harus ditempuh sebagaimana yang telah di standarkan dalam pengumuman UAM adalah MC keagamaan, Perawatan jenazah, Simulasi khutbah dan bilal, baca tulis al Qur’an (BTQ), _Masail an Nisa’_, Hafalan tahlil dan surat-surat tarawih. 

Bertindak sebagai penguji pada kegiatan dimaksud adalah para guru Madrasatul ‘Ulya terpilih yang memang memiliki kompetensi di bidangnya, hal itu dilakukan semata-mata menjaga kualitas dari hasil yang ditetapkan, pihak panitia berharap, bermodal dari pengalaman dewan penguji berkiprah di Masyarakat dapat di transfer kepada para peserta ujian yang sebentar lagi akan mengamalkan segala teori dan kemampuan kognitifnya secara langsung dengan masyarakat.

Dengan terlaksananya ujian praktik ini, maka dua kegiatan telah dilampaui oleh peserta ujian, setelah beberapa minggu sebelumnya mereka harus menyiapkan dan memastikan kepemilikan buku dan kitab kelas 1 dan 2. 

Beberapa hari ke depan berbagai rangkaian kegiatan UAM masih harus mereka tempuh, dibutuhkan konsentrasi tinggi untuk mempersiapkan aneka kegiatan tersebut jika ingin hasilnya optimal, kesemuanya dilakukan demi dan untuk menempa diri peserta ujian untuk benar-benar siap bergabung ke sekolah yang lebih besar dan sebenarnya, yaitu Masyarakat.

28/02/2018
#east corner office MUPPMM

Senin, 19 Februari 2018

Hati-hati, 4 Rukun Shalat ini Banyak Terabaikan





Dalam menjalankan kewajiban sehari-hari, dibutuhkan kesadaran dan dedikasi penuh agar apa yang dikerjakan bisa sempurna, namun karena seringnya dilakukan, Terkadang tanpa sadar kita menjadi terbiasa melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak boleh kita lakukan.
       Pelaksanaan Ibadah shalat dapat dihitung berapa kali dalam sehari, baik yang wajib maupun yang sunnah, dalam shalat sendiri ada banyak rukun yang harus kita penuhi sehingga shalat kita menjadi sah, karena shalat adalah amal yang pertama kali dihisab kelak di hari kiamat, Maka hal ini harus benar-benar diperhatikan agar shalat kita tidak sia-sia dan diterima oleh Allah SWT. nah, ada beberapa rukun yang sering terlewatkan tanpa disadari oleh pelaksananya, apa sajakah itu? mari kita kaji bersama agar kita terhindar dari itu;
Niat
       Semua mengerti, niat merupakan bagian dari rukun shalat, artinya niat tidak boleh ditinggalkan, namun banyak yang beranggapan bahwa niat yang dimaksud adalah pelafalan niat sebelum melaksanakan _takbiratul ihram_, padahal pelafalan tersebut hukumnya _sunnah_ yang berfungsi sebagai penuntun hati melakukan penyengajaan ibadah dimaksud, jadi banyak yang hanya mencukupkan niat di bibir saja, tanpa ada penyengajaan di dalam hati.
       Selain ketidak mengertian tentang niat itu sendiri, juga disebabkan karena pada pelaksanaan awal shalat tersebut terkumpul tiga bentuk pekerjaan yang dilaksanakan secara bersamaan, yaitu niat di hati sebagai rukun, pelafalan _takbiratul ihram_ juga sebagai rukun, dan mengangkat tangan sebagai sunnah, dan yang terjadi niat di hati yang tidak ditunaikan.
Tuma’ninah
_Tuma’ninah_ adalah berhenti atau diam sejenak setelah melakukan satu gerakan shalat seukuran membaca tasbih minimal (subhanallah), satu rukun ini terdapat pada _ruku’_, _i’tidal_, sujud dan duduk di antara dua sujud, sebagaimana niat, _tuma’ninah_ juga dilakukan di dalam rukun-rukun shalat tersebut di atas, sehingga kalau kita tidak jeli, rukun ini bisa terabaikan karena terfokus pada rukun yang ditempati.
**_I’tidal_**
Rukun yang dilakukan setelah ruku’ ini juga termasuk rukun yang sering terabaikan, _mushalli_ lebih fokus pada gerakan rukun _i’tidalnya_ dengan bacaannya yang termasuk sunnah dan terlewatkan pada _tuma’ninah_nya, sehingga terkadang saat _i’tidal_ dilakukan, beberapa anggota seperti tangan masih melakukan gerakan-gerakan yang dapat merusak _tuma’ninah_, _walhasil_, ketika _tuma’ninah_nya hilang, _i’tidal_nyapun juga pasti tidak sah.
**Sujud**
       Berbeda dengan _i’tidal_, Dalam rukun ini yang sering terabaikan bukan pada _tuma’ninah_nya, tapi pada kelengkapan tujuh anggota sujud yang harus bersentuhan langsung dengan bumi pada saat shalat. yaitu dahi atau kening, kedua telapak tangan kanan dan kiri, kedua lutut kanan dan kiri, Telapak Jari pada kaki kanan dan kiri, jika itu semua terabaikan maka sujudnya juga tidak sah, otomatis sujudnya juga tidak sah, apa jadinya jika shalat tanpa sujud? Pasti sama halnya dengan kita tidak shalat.
       Untuk itu marilah kita saling mengingatkan untuk menyuburkan _ukhuwah_ _islamiyah_, jangan sampai shalat kita sia-sia tanpa guna, kita merasa puas dan tenang setelah melakukan shalat namun ternyata shalat kita tidak sah karena terabaikannya beberapa rukun di atas.

ADA NAMAKU DI SERAGAMMU



Ada yang berbeda dan sedikit menyita perhatian saat hilir mudik para siswa di lingkungan Madrasah, yaitu adanya identitas nama yang menempel di baju beberapa siswa, ya… hanya beberapa siswa, tidak semua siswa mengenakan itu, yang belakangan diketahui ternyata yang mengenakan ID itu hanya teman-teman dari pengurus OPK saja.

Kondisi demikian menyulut sebuah pertanyaan, mengapa tidak semua siswa mengenakan identitas itu ya? Padahal andaikan diterapkan, banyak sekali kemudahan-kemudahan yang bakal dapat dilakukan, di antaranya:

1.   Sebagai identitas kepemilikan baju
     Secara umum hal demikian tidak begitu penting, tapi kalau sudah berada di lingkungan pondok, hal yang kelihatannya remeh itu bisa menjadi alat yang bisa diandalkan, mengingat di komunitas tersebut sangat rawan terjadi kehilangan disebabkan pindah tempat, tertukar atau mungkin juga diambil santri lain. Dengan adanya identitas tersebut, minimal untuk baju sekolah yang semua siswa memiliki seragam dengan warna yang sama dengan mudah untuk diketahui.

Sebenarnya pemberian tanda pada masing-masing pakaian sudah dirasakan urgen bagi sebagian besar para siswa, terbukti dengan banyaknya tanda-tanda yang mereka berikan pada pakaian mereka, akan tetapi pemberian tanda kadang dilakukan “sekenanya”, berbentuk gambar, tulisan dengan ukuran jumbo, tertulis di area yang tak sepatutnya dan sebagainya, yang kadang tanda-tanda tersebut sangat jauh dari kata sopan.

2. Mempermudah kedekatan guru dengan siswa karena mengenal namanya
    
     Guru perlu menciptakan adanya kedekatan dan keakraban dengan para siswanya guna efektifitas pembelajaran, dan minimal bukti kedekatan tersebut adalah dengan mengetahui namanya, dalam kelas seorang guru yang tak mengenal kepribadian para siswanya mengakibatkan pembelajaran kurang optimal, setiap hari hanya “hai kamu yang berkopyah hitam …., iya kamu …” dalam berinteraksi di dalam kelas, dapatkah berjalan efektif gambaran yang demikian?

3.  Meminimalisir budaya _ghasab_

     Rasanya sangat sulit untuk menjauhkan kebiasaan meminjam tanpa seizin pemiliknya tersebut dari sebuah perkumpulan, tidak hanya di pesantren, di asrama, kos-kosan, _basecamp_ dan tempat-tempat sejenis aktivitas serupa juga kerap terjadi dengan beragam alasan pemakaian.
    
     Untuk meminimalisir perbuatan tersebut di antaranya adalah dengan memberikan identitas secara _publish_, sehingga kalau _ghasab_ benar-benar masih tetap dilakukan, _bakal ketahuan deh …._

4.  Mempermudah penelusuran baju saat hilang

     Setiap hari Selasa dan Jum’at, Petugas Kebersihan di pondok selalu disibukkan dengan tumpukan baju, sarung, seragam, sandal, sepatu yang tak bertuan, beberapa langkah pernah dicoba untuk mencegah kejadian senada, mulai dari denda, sita, ta’zir dan sebagainya, namun kebiasaan tersebut selalu terulang kembali karena petugas kesulitan untuk menebak si empunya.

     Dengan adanya label nama pada setiap pakaian-pakaian tersebut, tentu mempermudah petugas kebersihan untuk menelusuri pemiliknya, kalau sudah demikian penerapan _punishment_ menjadi lebih mudah untuk sekedar menjerakan mereka.

*Pentingkah pemberian nama siswa secara resmi pada seragam sekolah???*

Minggu, 04 Februari 2018

KEPO TENTANG SERAGAM MADRASAH





Seragam sekolah lazim diterapkan di sekolah yang berfungsi sebagai sarana untuk penyetaraan sosial di kalangan siswa sekaligus berfungsi sebagai identitas sekolah, seragam sekolah juga dapat digunakan sebagai media melatih tingkat kedisiplinan siswa karena dituntut untuk patuh dan tepat sebagaimana aturan yang telah ditetapkan.

Kebanyakan sekolah juga memiliki seragam almamater, bentuknya pun beraneka, ada yang berupa batik, jas, atau seragam dengan warna khas tertentu, bagian ini yang mewakili seragam sebagai identitas sekolah. Lain halnya dengan Madrasah Krempyang yang fungsi identitas sekolah tidak dengan bentuk dan warna tertentu namun dengan identitas “kesederhanaan”.
Ketentuan seragam yang ditetapkan di Madrasah Krempyang juga telah “dipatenkan” sejak awal hingga kini, sehingga wali murid dapat menyiapkan jauh-jauh hari jika ingin menyekolahkan anaknya di sini, atau jika memungkinkan dapat menggunakan baju sekolah milik kakaknya yang masih layak pakai.

Tempo hari saat prosesi pendaftaran peserta didik baru, ada salah satu wali murid saat pertama kali masuk Krempyang dengan maksud mendaftarkan ke-tiga anaknya yang menanya terkait dengan ketentuan seragam yang berlaku, di putra yang harus disiapkan adalah pramuka dan putih biru untuk MI kurikulum, Pramuka dan abu-abu untuk MI salaf dan Mts. ditambah putih-putih jika masuk di MA dan MU, sedangkan di putri, pramuka dan biru putih untuk MI dan Mts. ditambah putih-putih jika masuk di MA dan MU. Wali murid itu pun berujar, ketentuannya banyak dan berbeda-beda, mengapa demikian? “Sudah menjadi aturan bu!” jawab salah satu pendaftar kala itu.
Jadi teringat saat rapat gabungan dari yayasan, pondok, dan madrasah ada salah satu peserta yang bertanya tentang filosofi dari seragam biru yang diterapkan di kalangan siswi, mengapa tidak diseragamkan semua menggunakan abu-abu?, dan saat itu terjawab oleh forum tidak ada filosofinya, semua mengalir begitu saja, dan tema itupun ditutup dengan pesan pengasuh, andaikan disepakati untuk disamakan harus menunggu awal tahun dan dimulai dari tingkatan awal.