Rabu, 19 Februari 2020

PENDAMBA RAHASIA


"Haaaa .... Ia akan tampil, Bara akan perform". Jerit lengking Mary siang itu kegirangan.

Sambil berlari menuju sekumpulan geng girl nya di balkon kamar asrama yang sedang ngerumpi sambil makan cilok Pakde Mol yang dibeli saat pulang sekolah seraya menunjukkan selebaran pengumuman tentang para finalis musabaqah tahfidz alfiyah (MusTahfa) tingkat aliyah yang ia ambil dengan "paksa" dari papan pengumuman.

"Nih temen-temen, ia akan tampil, aduh ... senengnya, jadi nggak sabar bakalan liat sang idola tebar pesona nih saat perform dalam ajang muhafadzah nanti", Sambung Mary menjelaskan pada teman-temannya yang belum semuanya mengerti akan maksud Mary.

"Lo ngomong apa sih Mar?" Tanya salah satu teman Mary yang biasa paling kepo di antara yang lainnya.

"Eh ... eh ... eh ..., Tau nggak girl, si Bara, dambaan rahasia gue, ia lolos masuk ke babak final dan akan tampil lusa di aula al Hasan" terang Mary pada mereka, "Aduh senengnya ... Gue bakalan jadi penonton terdepan, dan jadi suporter utamanya Bara" lanjut Mary meneruskan.

Musabqah Tahfidz Alfiyah (MusTahfa) adalah kompetisi menghafalkan nadzam alfiyah (ilmu gramatika Bahasa Arab yang disusun dalam bentuk bait-bait atau nadzaman), sebuah ajang bergengsi di Madrasah Aliyah Pesantren tempat di mana Mary menuntut ilmu. Peserta yang lolos melaju ke babak final adalah santri-santri pilihan yang telah mengikuti proses yang super duper ketat. Bukan hanya kelihaian dalam menghafal nadzam-nadzam alfiyah saja yang dibutuhkan, kesiapan mental dan manajemen waktu juga dituntut di ajang yang digelar setahun sekali ini. Karena kompetisi ini jadi ajang bergengsi, maka pada babak final, para peserta grand final akan tampil di depan para santri putra dan putri, sebuah kesempatan dan pemandangan yang tak biasa di pesantren, satu acara diikuti santri putra dan putri secara bersamaan, saat inilah mental peserta benar-benar diuji.

Di antara santri yang beruntung itu adalah Bara, Ia selalu lolos dalam mengikuti kegiatan MusTahfa setiap kali digelar, Ia seolah sudah menjadi langganan juara tiap tahunnya. Dua tahun yang lalu, saat kelas satu, Ia menyabet juara dua. Namanya semakin membumbung tinggi dan bersinar saat tahun lalu Ia mewakili kelas dua meraih juara pertama. Tahun ini, apakah Ia akan mampu mempertahankan gelar jawaranya setelah ia lolos masuk ke babak final? Lusa jawabannya pada kegiatan MusTahfa.
Mary berharap, Ia akan duduk paling depan untuk menyaksikan performa Bara di ajang bergengsi tersebut, saking semangatnya, sampai Ia lupa kalau salah satu rival Bara adalah Diyah, teman se-gengnya. Untung buru-buru ia diingatkan Janny teman gengnya yang lain.

"Jangan lupa Mar!! Diyah juga ikut ajang itu lho .....! Masak lo cuman kasih suport ke Bara doang, Diyahnya lo lupain!" Celetuk Janny mengingatkan.

"Iya ya ..... Gue lupa!!" Ujar Mary sambil tepuk jidat tanda baru ingat. "Gue bakalan suport Diyah juga kok! Tenang aja!" Tos ...., Tosnya disambut teman-temannya yang lain.

"Tapi, Bara tetap jadi fans berat gue lho ...., Lalu Diyah? Nomor 1 b deh!!! Hehe ..... " gumam Mary dalam hati.

Bara, adalah nama panggilan dari salah satu santri putra bernama lengkap Ahmad Mubaraki, kini ia digandrungi oleh banyak santri putri, kecerdasannya dalam bidang menghafal alfiyah menghantarkan ia banyak dikenali tidak hanya para guru dan pengurus pondok, namun juga para santri, terlebih santri putri. Perawakan yang tinggi, tegap dan berparas mirip pesinetron Aliando Syarif menjadikan ia mudah untuk dikenali sekaligus gampang mengundang pendamba rahasia lainnya, termasuk Siti Maryam atau biasa dipanggil Mary.

Dua hari berlalu, banner berukuran besar terbentang lebar di belakang panggung megah itu. Panggung berukuran 5x8 meter dengan tinggi setengah meter itu menambah sakral dan tegang dilengkapi dengan beberapa lampu sebagai penanda pengaturan waktu.

Di depan panggung yang didominasi warna hijau tua itu juga tertata beberapa meja dewan penguji lengkap dengan palu besarnya, ya palu besar yang digunakan untuk mengetuk edit saat peserta salah dalam melafalkan bait-bait yang diperlombakan.

Jika palu edit itu diketukkan, "Dhok ... , Aduh ... " serasa seisi ruangan ikut bergetar. Peserta? Jangan tanya, kalau tidak siap mental, bisa buyar konsentrasinya atau bahkan kadang bisa hilang sama sekali telah sampai mana bait yang dilantunkan.

Setting para audiensi juga ditata oleh pihak OSIS sedemikian rupa, jadi meski MusTahfa berlokasi di aula al Hasan yang sangat luas, penonton dari santri putra dan putri tidak bakalan bisa bertemu secara langsung kendati hanya kontak mata saja, kecuali hanya dengan para peserta lomba saja.

Satu demi satu penonton tiba di lokasi memenuhi ruang penonton. Area depan telah terpenuhi terlebih dahulu, tak seperti saat ngaji yang pada berebut mundur. Seperangkat yel-yel dan aneka atribut sebagai dukungan pada duta kelas masing-masing pun tengah dipersiapkan, tak terkecuali Mary, bahkan ia bawa dua kardus berukuran besar, yang dihias sebegitu apik dan cantiknya demi dan untuk sang idola, Satu untuk Bara dan satu lagi untuk temannya, Diyah.

Udara cukup sejuk, enam buah AC besar yang terpasang di beberapa sudut aula mampu mendinginkan udara sekaligus suasana jelang acara dimulai. Mata kantuk Mary semakin terlihat akibat semalaman begadang untuk membuat properti suporter dari kardus.

Acara dimulai, serangkaian seremonial panjang berupa sambutan-sambutan mulai dari panitia penyelenggara, kepala Madrasah, waka kurikulum, pihak yayasan dan seterusnya yang lebih terkesan seperti lomba pidatopun semakin membuat penasaran tidak hanya pada penonton namun juga para peserta, maklum, karena nomor urut tampil baru diundi setelah tata tertib lomba dibacakan.

Dan tibalah pada sesi pengambilan undian nomor urut tampil yang membuat semua orang di ruangan itu merasa deg-degan. Tanpa tahu urutan tampil lainnya, yang Mary ingat hanya Bara maju diurutan ke 4, sedangkan Diyah maju pada urutan hampir terakhir, yaitu nomor urut 8. "Lumayanlah, setelah Bara tampil, bisa nyicil tidur bentar sembari nunggu Diyah tampil". Pungkas Mary sambil merapikan properti suporternya.

Memang, pagi itu Mary terlihat paling ribet dan paling semangat di antara teman-teman santri putri lainnya. Ribet karena membawa dua properti sekaligus, dan semangat karena dua jagoannya akan tampil.

Mary sempat bingung, satu sisi ia berharap idolanya juara, di sisi lain ia juga ingin Diyah yang menang karena sesama teman geng. Bara adalah saingan terberat Diyah pada tahun ini.

Tanpa memperhatikan tampilan pertama sampai ke tiga, tiba pada urutan tampil ke empat, "Bara ... Bara ... Bara ...", Suara lantang datang dari penonton putri. Siapa lagi kalau bukan Mary. Teman-temannya pada sibuk meredakan semangat Mary yang berlebihan dan kelewat batas disambut dengan sorakan penonton dari santri putra yang menilai lebay dengan sikap Mary.

"Mar jangan gitu ah, malu sama yang lain, lihat tu! Pak waka kesiswaan melototin lo, bakal terkena kasus lo nanti". Ujar Jannah pada Mery.

Tanpa menghiraukan peringatan dari teman se-gengnya, juga tanpa mempedulikan kode dari Waka kesiswaan yang bertugas mengkondisikan jalannya acara saat itu, sambil membawa properti suporter, secara refleks Mary naik ke atas panggung untuk memberikan semangat secara langsung kepada Bara. Rasa kaget dan heran nampak jelas di raut muka Bara saat itu. Mungkin ia bingung, santri putri ada yang sampai berani memberikan dukungan yang tak biasa seperti ini.

Semua terdiam keheranan, teman se-gengnya, Waka kesiswaan, para dewan juri, seluruh penonton baik santri putra maupun putri, heran sekaligus mungkin ada rasa malu yang menyusup pelan. Ya ... Semua terdiam, hanya tersisa suara bising halus AC dan sound di panggung, juga detik jam di sebelah panggung megah itu.

Memecah keheningan, masih ada Mary yang jingkrak-jingkrak kegirangan dan semangat membara di sekitar Bara yang sedang duduk di kursi panas sambil diam terpaku. " Kok ada santri putri dengan prilaku demikian?" Batin Bara dengan penuh keheranan.

Teman se-gengnya juga pada tertegun. "Mengapa Mary bisa senekad itu?, Walaupun Mary paling supel dan selalu paling heboh di gengnya, tapi seharusnya tidak sampai seperti itu! bukan Mary deh kayaknya itu". Ungkap teman Mary sesama geng.

"Mary, turun kamu!" Bentak keras Waka kesiswaan. "Sebagai seorang santri putri, tidak pantas kamu bertindak demikian". Lanjut waka kesiswaan sambil marah-marah.

"Hanya kasih suport doang kok pak, nggak lebih ...." Sahut Mary menimpali.

"Tapi bukan seperti itu caranya!". Jawab waka kesiswaan dengan tegas.

"Udah Mary, buruan lo turun, jangan sampai karena insiden ini, acara MusTahfa diskors atau bahkan dihapus". Seru teman-teman geng Mary.

"Nggak!! Gue akan tetap kasih semangat dan dukungan pada Bara di sini, Bara kudu menang tahun ini, harus, titik". Ujar Mary yang semakin menjadi-jadi.

"Mary!!!!" tepukan sedikit keras yang ke tiga mendarat pada pundak sebelah kiri Mary.

"Jangan bengong aja lo, itu Bara sedang tampil, katanya mau suport dan kasih yel-yel spesial buat dambaan rahasia lo". Ujar Janny mengingatkan.

Seketika tepukan Janny menyadarkan Mary dari lamunannya. Mary merasa lega insiden tadi cuma hayalan halusinasi dia saja. Untung saja, rasa kagum, rasa mendamba, nge-fans berlebih pada sang idola masih terkontrol dengan ketaatan pada tata tertib pondok, kode etik sekolah, takdzim pada para guru dan kiai, juga nasihat dari para sahabat yang mewarnai dan menuntun jalan Mary selama ini.

Sementara itu, Bara dengan lancar dan tenang di atas panggung melantunkan nadzam-nadzam alfiyahnya, dan Mary entah sampai kapan akan tetap menjadi pendamba rahasia Bara.