Sosok teduh
KH. Hasyim Asyari
Catatan sejarah menorehkan dalam
memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini telah memotret tokoh-tokoh sejati yang
mengabdikan seluruh hidupnya bagi tanah air, pengorbanan berupa harta benda,
tenaga, pikiran, darah bahkan nyawa dengan ikhlas mereka serahkan demi mengusir
penjajah yang telah ratusan tahun menjajah rakyat dan memeras seluruh kekayaan
Indonesia.
Pemutaran kembali rekam pengorbanan yang
luar biasa diharapkan dapat menstimulus kita sebagai generasi muda penerus
bangsa untuk mengapresiasi pengorbanan mereka dengan mendayagunakan kemerdekaan
saat ini dengan hal-hal positif dan bermanfaat. Keikhlasan mereka dalam merebut
tanah air tercinta memang patut dihargai, walaupun para pejuang tersebut tidak
pernah mengharap apapun baik jabatan ataupun materi jika telah merdeka kelak,
motif utamanya hanyalah merdeka sehingga anak cucu mereka tidak akan
merasakan lagi negeri jajahan serta dapat menikmati negeri yang makmur ini.
Dan
satu diantara pejuang-pejuang hebat yang telah ikut berkontribusi besar pada
kemerdekaan Bangsa ini adalah KH. Hasyim Asyari, seorang alim ulama’ sekaligus
pahlawan Nasional asal kota beriman (sebutan kota Jombang Beriman = Bersih
Indah dan Nyaman) Jawa Timur. Ulama’ kelahiran Demak, 10 April 1875 ini merupakan
perintis organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama
(NU), karena beliau adalah salah satu pionir perjuangan asal pesantren yang menaruh
perhatian besar terhadap kemerdekaan. Sehingga tak berlebihan jika beliau
disebut sebagai seorang ulama nasionalis. Jiwa nasionalismenya terbukti dengan
seruan jihadnya untuk melawan penjajah beserta antek-anteknya dan bersih kukuh untuk tidak mengikuti
perintah penjajah.
Semangat
jiwa patriotik serta keilmuan agama yang mumpuni sudah sepatutnya menjadi
inspirasi bagi kita untuk mengisi hasil perjuangan beliau dengan berjuang
memerangi tantangan yang khas di jaman ini berupa musuh-musuh nyata pengeropos
sendi-sendi negara sekaligus musuh agama seperti praktik KKN, Penentang NKRI
serta UUD melalui konsep khilafah dan lain sebagainya, berbekal amunisi
berupa konsistensi dan komitmen kuat dalam membela Negara hasil perjuangan pahlawan
bangsa diantaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari.
Berjuang
melalui pesantren
Dalam
perjalanan kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia, konsistensi serta eksistensi
ulama sangatlah besar. terbukti sesaat menjelang pengumuman kemerdekaan, Sang
plokamator saat itu melibatkan dua ulama besar untuk meminta nasihat dan
masukan tentang kemerdekaan Indonesia yaitu dari KH Abdul Mukti dari Muhammadiyah
dan KH Hasyim Asy'ari dari NU.
Perjuangan
KH. Hasyim Asyari terhadap tanah air direalisasikan dengan didirikannya
pesantren yang didasari semangat perjuangan dan cinta tanah air, Sebagai tokoh
yang tumbuh di lingkungan pesantren, Beliau ingin ikut membesarkan nama bangsa
melalui pesantren dengan komitmen di bidang pendidikan, keilmuan serta
pemberdayaan umat.
Berbekal
keilmuan yang dimiliki dari pelawatan ilmunya diberbagai pesantren di Indonesia
juga di Mekah beliau kemudian merintis sebuah pesantren di Tebuireng Jombang. perencanaan
dalam merintis pesantren memang dilakukan beliau dengan pertimbangan yang
cermat dan hati-hati, hal itu terbukti kala pesantren yang beliau rintis secara
geografis berdekatan dengan pabrik gula, dimana pada era tersebut merupakan sarang
dari pelaku maksiat, hal tersebut bukannya tanpa alasan, KH. Hasyim Asy’ari berkeinginan
untuk mengubah pola hidup masyarakat disekitarnya, Bentuk Islamisasi demikian
sesuai dengan kaidah fiqh Dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashaalih
(menolak kerusakan itu didahulukan dari pada melakukan kebaikan) Kala
kemaksiatan telah hilang, maka kebaikan akan mudah dan cepat menyebar ke
masyarakat. Terbukti, seiring berjalannya waktu perjuangan beliau mulai menuai
keberhasilan. Tebuireng yang semula merupakan area kemaksiatan berubah menjadi
daerah Islami.
Sebagai
Ulama’ yang hidup pada tiga masa yaitu penjajahan Belanda, Jepang dan setelah
kemerdekaan, KH Hasyim Asy'ari ingin menjadikan pesantren yang bergerak
dibidang pendidikan dan keilmuan sebagai basis perjuangan, pesantren juga
digunakan sebagai instrument utama melumpuhkan kekuatan penjajah. Kala penjajah
ingin kembali menguasai Indonesia, maka beliau dengan tegas menolak dan
menyerukan jihad melawan penjajah.
Itulah kontribusi besar KH. Hasyim Asy'ari dalam memperjuangkan
kemerdekaan bangsa melalui pesantren. tradisi pesantren berupa kesederhanaan, akhlak
mulia, rendah diri, ta’dhim pada guru serta taat beribadah ingin beliau
ejawentahkan pada masyarakat secara umum yang akan berdampak pada kehidupan
berbangsa dan bernegara yang baik.
Kekuatan
seruan berjihad perjuangan
KH. Hasyim Asy’ari memiliki banyak kelebihan yang
beliau tampilkan melalui aktifitas dakwah dan perjuangan, dan diantara
kelebihan beliau adalah kemampuan menyampaikan keilmuan dan membuat jaringan
intelektual Muslim penggerak ummat dengan tujuan membentengi rakyat Indonesia
dari pengaruh budaya asing seperti penjajah Belanda dan Jepang. Hal tersebut yang
kemudian menghantarkan beliau sebagai ketua MIAI (Majelis Islam A'la
Indonesia) yang beranggotakan beberapa organisasi Islam di Indonesia pada tahun
1944.
Setelah
Indonesia merdeka, melalui pengajaran dan fatwa-fatwanya, KH. Hasyim Asy’ari mampu
membakar semangat dan menumbuhkan kesadaran para pemuda untuk bangkit dan
berani berkorban untuk membebaskan diri dari penjajahan menuju kemerdekaan
Republik Indonesia.
Fatwa
Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari juga diyakini memiliki
kontribusi tinggi dalam membakar semangat nasionalisme, Terkenang power fatwa
jihad yang dikenal juga dengan resolusi jihad pada tanggal 21-22 Oktober 1945
berlatar belakang dari tausiyah KH. Hasyim Asy'ari di Pesantren
Tebuireng tentang kewajiban individu umat Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan
bangsa.
Walhasil atas rahmat Allah kemerdekaan terebut
kembali, Penjajah bengis dan kejam itupun terusir. Hal itu bisa dijadikan
renungan betapa berpengaruhnya fatwa yang diserukan para ulama’ karena diyakini
dalam bertindak dan berfatwa mereka tidak hanya berbekal akademis (‘alim)
namun juga berbekal spiritual (‘abid) melalui jalan istikharah.
Survivor
pendidikan pesantren di tengah arus pendidikan belanda
Mendirikan
pesantren di tengah situasi mencekam memang tidaklah mudah, apalagi ajaran yang
diusung pada lembaga pendidikan tersebut berseberangan dengan ajaran penjajah yang
mulai memasuki ranah kekuasaan, membutuhkan komitmen kuat untuk dapat bertahan
ditengah arus perlawanan. Hal itulah yang dilakukan oleh Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari dalam mewarnai perjuangannya.
Satu
peristiwa terjadi pada tahun 1935, Belanda melakukan gerakan politik dan
strategi pendekatan kepada kalangan pesantren, kolonial penjajah menawarkan sejumlah
bantuan serta penghargaan gelar Bintang Perak kepada KH. Hasyim Asyari atas
jasa beliau dalam mengembangkan pengajaran dan pendidikan Islam. Namun tawaran
tersebut ditolak oleh beliau karena kental akan unsur politik, bahkan upaya
tersebut dilakukan sampai dua kali, beliau pun tetap tak bergeming pada
pendiriannya walaupun gelar pangkat yang dijanjikan ditingkatkan menjadi Bintang
Emas.
KH.
Hasyim Asy’ari dengan lantang mengharamkan menerima bantuan dari kolonial Belanda.
Status penghianat terhadap Islam dan Indonesia disematkan kepada siapa saja
yang mau menerima bantuan tersebut. Hal demikian yang mendasari kurikulum di pesantren
dinilai murni tanpa ada intervensi dari penjajah, sehingga pesantren dapat
dengan bebas mengeksplorasi pengajaran serta pendidikan sekaligus menjadi
benteng perjuangan dan agen perubahan sosial.