"Haaaa .... Ia akan tampil, Bara akan perform". Jerit lengking
Mary siang itu kegirangan.
Sambil berlari menuju sekumpulan geng girl nya di balkon
kamar asrama yang sedang ngerumpi sambil makan cilok Pakde Mol yang dibeli saat
pulang sekolah seraya menunjukkan selebaran pengumuman tentang para finalis
musabaqah tahfidz alfiyah (MusTahfa) tingkat aliyah yang ia ambil dengan
"paksa" dari papan pengumuman.
"Nih temen-temen, ia akan tampil, aduh ... senengnya, jadi
nggak sabar bakalan liat sang idola tebar pesona nih saat perform dalam ajang
muhafadzah nanti", Sambung Mary menjelaskan pada teman-temannya yang belum
semuanya mengerti akan maksud Mary.
"Lo ngomong apa sih Mar?" Tanya salah satu teman Mary
yang biasa paling kepo di antara yang lainnya.
"Eh ... eh ... eh ..., Tau nggak girl, si Bara, dambaan
rahasia gue, ia lolos masuk ke babak final dan akan tampil lusa di aula al
Hasan" terang Mary pada mereka, "Aduh senengnya ... Gue bakalan jadi
penonton terdepan, dan jadi suporter utamanya Bara" lanjut Mary
meneruskan.
Musabqah Tahfidz Alfiyah
(MusTahfa) adalah kompetisi menghafalkan nadzam alfiyah (ilmu gramatika Bahasa
Arab yang disusun dalam bentuk bait-bait atau nadzaman), sebuah ajang bergengsi
di Madrasah Aliyah Pesantren tempat di mana Mary menuntut ilmu. Peserta yang
lolos melaju ke babak final adalah santri-santri pilihan yang telah mengikuti
proses yang super duper ketat. Bukan hanya kelihaian dalam menghafal
nadzam-nadzam alfiyah saja yang dibutuhkan, kesiapan mental dan manajemen waktu
juga dituntut di ajang yang digelar setahun sekali ini. Karena kompetisi ini
jadi ajang bergengsi, maka pada babak final, para peserta grand final
akan tampil di depan para santri putra dan putri, sebuah kesempatan dan
pemandangan yang tak biasa di pesantren, satu acara diikuti santri putra dan
putri secara bersamaan, saat inilah mental peserta benar-benar diuji.
Di antara santri yang beruntung itu adalah Bara, Ia selalu lolos
dalam mengikuti kegiatan MusTahfa setiap kali digelar, Ia seolah sudah menjadi
langganan juara tiap tahunnya. Dua tahun yang lalu, saat kelas satu, Ia
menyabet juara dua. Namanya semakin membumbung tinggi dan bersinar saat tahun
lalu Ia mewakili kelas dua meraih juara pertama. Tahun ini, apakah Ia akan
mampu mempertahankan gelar jawaranya setelah ia lolos masuk ke babak final?
Lusa jawabannya pada kegiatan MusTahfa.
Mary berharap, Ia akan duduk paling depan untuk menyaksikan performa
Bara di ajang bergengsi tersebut, saking semangatnya, sampai Ia lupa kalau
salah satu rival Bara adalah Diyah, teman se-gengnya. Untung buru-buru ia
diingatkan Janny teman gengnya yang lain.
"Jangan lupa Mar!! Diyah juga ikut ajang itu lho .....! Masak
lo cuman kasih suport ke Bara doang, Diyahnya lo lupain!" Celetuk Janny
mengingatkan.
"Iya ya ..... Gue lupa!!" Ujar Mary sambil tepuk jidat
tanda baru ingat. "Gue bakalan suport Diyah juga kok! Tenang aja!"
Tos ...., Tosnya disambut teman-temannya yang lain.
"Tapi, Bara tetap jadi fans berat gue lho ...., Lalu Diyah?
Nomor 1 b deh!!! Hehe ..... " gumam Mary dalam hati.
Bara, adalah nama panggilan dari salah satu santri putra bernama
lengkap Ahmad Mubaraki, kini ia digandrungi oleh banyak santri putri,
kecerdasannya dalam bidang menghafal alfiyah menghantarkan ia banyak dikenali
tidak hanya para guru dan pengurus pondok, namun juga para santri, terlebih
santri putri. Perawakan yang tinggi, tegap dan berparas mirip pesinetron
Aliando Syarif menjadikan ia mudah untuk dikenali sekaligus gampang mengundang
pendamba rahasia lainnya, termasuk Siti Maryam atau biasa dipanggil Mary.
Dua hari berlalu, banner berukuran besar terbentang lebar di
belakang panggung megah itu. Panggung berukuran 5x8 meter dengan tinggi
setengah meter itu menambah sakral dan tegang dilengkapi dengan beberapa lampu
sebagai penanda pengaturan waktu.
Di depan panggung yang didominasi warna hijau tua itu juga tertata
beberapa meja dewan penguji lengkap dengan palu besarnya, ya palu besar yang
digunakan untuk mengetuk edit saat peserta salah dalam melafalkan bait-bait
yang diperlombakan.
Jika palu edit itu diketukkan, "Dhok ... , Aduh ... "
serasa seisi ruangan ikut bergetar. Peserta? Jangan tanya, kalau tidak siap
mental, bisa buyar konsentrasinya atau bahkan kadang bisa hilang sama sekali
telah sampai mana bait yang dilantunkan.
Setting para audiensi
juga ditata oleh pihak OSIS sedemikian rupa, jadi meski MusTahfa berlokasi di
aula al Hasan yang sangat luas, penonton dari santri putra dan putri tidak
bakalan bisa bertemu secara langsung kendati hanya kontak mata saja, kecuali
hanya dengan para peserta lomba saja.
Satu demi satu penonton tiba di lokasi memenuhi ruang penonton.
Area depan telah terpenuhi terlebih dahulu, tak seperti saat ngaji yang pada
berebut mundur. Seperangkat yel-yel dan aneka atribut sebagai dukungan pada
duta kelas masing-masing pun tengah dipersiapkan, tak terkecuali Mary, bahkan
ia bawa dua kardus berukuran besar, yang dihias sebegitu apik dan cantiknya
demi dan untuk sang idola, Satu untuk Bara dan satu lagi untuk temannya, Diyah.
Udara cukup sejuk, enam buah AC besar yang terpasang di beberapa
sudut aula mampu mendinginkan udara sekaligus suasana jelang acara dimulai.
Mata kantuk Mary semakin terlihat akibat semalaman begadang untuk membuat
properti suporter dari kardus.
Acara dimulai, serangkaian seremonial panjang berupa
sambutan-sambutan mulai dari panitia penyelenggara, kepala Madrasah, waka
kurikulum, pihak yayasan dan seterusnya yang lebih terkesan seperti lomba
pidatopun semakin membuat penasaran tidak hanya pada penonton namun juga para
peserta, maklum, karena nomor urut tampil baru diundi setelah tata tertib lomba
dibacakan.
Dan tibalah pada sesi pengambilan undian nomor urut tampil yang
membuat semua orang di ruangan itu merasa deg-degan. Tanpa tahu urutan tampil
lainnya, yang Mary ingat hanya Bara maju diurutan ke 4, sedangkan Diyah maju
pada urutan hampir terakhir, yaitu nomor urut 8. "Lumayanlah, setelah Bara
tampil, bisa nyicil tidur bentar sembari nunggu Diyah tampil". Pungkas
Mary sambil merapikan properti suporternya.
Memang, pagi itu Mary terlihat paling ribet dan paling semangat di
antara teman-teman santri putri lainnya. Ribet karena membawa dua properti
sekaligus, dan semangat karena dua jagoannya akan tampil.
Mary sempat bingung, satu sisi ia berharap idolanya juara, di sisi
lain ia juga ingin Diyah yang menang karena sesama teman geng. Bara adalah
saingan terberat Diyah pada tahun ini.
Tanpa memperhatikan tampilan pertama sampai ke tiga, tiba pada
urutan tampil ke empat, "Bara ... Bara ... Bara ...", Suara lantang
datang dari penonton putri. Siapa lagi kalau bukan Mary. Teman-temannya pada
sibuk meredakan semangat Mary yang berlebihan dan kelewat batas disambut dengan
sorakan penonton dari santri putra yang menilai lebay dengan sikap Mary.
"Mar jangan gitu ah, malu sama yang lain, lihat tu! Pak waka kesiswaan
melototin lo, bakal terkena kasus lo nanti". Ujar Jannah pada Mery.
Tanpa menghiraukan peringatan dari teman se-gengnya, juga tanpa
mempedulikan kode dari Waka kesiswaan yang bertugas mengkondisikan jalannya
acara saat itu, sambil membawa properti suporter, secara refleks Mary naik ke
atas panggung untuk memberikan semangat secara langsung kepada Bara. Rasa kaget
dan heran nampak jelas di raut muka Bara saat itu. Mungkin ia bingung, santri
putri ada yang sampai berani memberikan dukungan yang tak biasa seperti ini.
Semua terdiam keheranan, teman se-gengnya, Waka kesiswaan, para
dewan juri, seluruh penonton baik santri putra maupun putri, heran sekaligus
mungkin ada rasa malu yang menyusup pelan. Ya ... Semua terdiam, hanya tersisa
suara bising halus AC dan sound di panggung, juga detik jam di sebelah panggung
megah itu.
Memecah keheningan, masih ada Mary yang jingkrak-jingkrak kegirangan
dan semangat membara di sekitar Bara yang sedang duduk di kursi panas sambil
diam terpaku. " Kok ada santri putri dengan prilaku demikian?" Batin
Bara dengan penuh keheranan.
Teman se-gengnya juga pada tertegun. "Mengapa Mary bisa
senekad itu?, Walaupun Mary paling supel dan selalu paling heboh di gengnya,
tapi seharusnya tidak sampai seperti itu! bukan Mary deh kayaknya itu".
Ungkap teman Mary sesama geng.
"Mary, turun kamu!" Bentak keras Waka kesiswaan.
"Sebagai seorang santri putri, tidak pantas kamu bertindak demikian".
Lanjut waka kesiswaan sambil marah-marah.
"Hanya kasih suport doang kok pak, nggak lebih ...."
Sahut Mary menimpali.
"Tapi bukan seperti itu caranya!". Jawab waka kesiswaan
dengan tegas.
"Udah Mary, buruan lo turun, jangan sampai karena insiden ini,
acara MusTahfa diskors atau bahkan dihapus". Seru teman-teman geng Mary.
"Nggak!! Gue akan tetap kasih semangat dan dukungan pada Bara
di sini, Bara kudu menang tahun ini, harus, titik". Ujar Mary yang semakin
menjadi-jadi.
"Mary!!!!" tepukan sedikit keras yang ke tiga mendarat
pada pundak sebelah kiri Mary.
"Jangan bengong aja lo, itu Bara sedang tampil, katanya mau
suport dan kasih yel-yel spesial buat dambaan rahasia lo". Ujar Janny
mengingatkan.
Seketika tepukan Janny menyadarkan Mary dari lamunannya. Mary
merasa lega insiden tadi cuma hayalan halusinasi dia saja. Untung saja, rasa
kagum, rasa mendamba, nge-fans berlebih pada sang idola masih terkontrol dengan
ketaatan pada tata tertib pondok, kode etik sekolah, takdzim pada para guru dan
kiai, juga nasihat dari para sahabat yang mewarnai dan menuntun jalan Mary
selama ini.
Sementara itu, Bara dengan lancar dan tenang di atas panggung melantunkan
nadzam-nadzam alfiyahnya, dan Mary entah sampai kapan akan tetap menjadi
pendamba rahasia Bara.